DEMI
TUGAS 3
SINOPSIS
Seorang
polwan ditugaskan menyamar untuk menyusup ke dalam sindikat prostitusi kelas
tinggi. Namun misinya tak se-sederhana yang diduga.
Story
codes
MF,
M+/F, FF, MFF, M+/FF, anal, bd, b-mod, cr, dp, tort
DISCLAIMER
* Cerita ini adalah fiksi dan berisi
adegan-adegan yang tidak pantas dibaca mereka yang belum dewasa, jadi jika
pembaca masih belum dewasa, harap tidak melanjutkan membaca. Penulis sudah
mengingatkan, selanjutnya adalah tanggungjawab pembaca.
* Semua tokoh dalam cerita ini adalah fiktif.
Kemiripan nama tokoh, tempat, lembaga dan lain-lain hanyalah kebetulan belaka
dan bukan kesengajaan.
* Sebagian tokoh dalam cerita ini digambarkan
memiliki latar belakang (profesi, kelas sosial, suku dll.) tertentu. Tindakan
mereka dalam cerita ini adalah fiksi dan belum tentu menggambarkan orang-orang
berlatar belakang serupa di dunia nyata.
*Pemerkosaan, pelecehan seksual, KDRT, dan
trafiking di dunia nyata adalah kejahatan dan penulis menentang semua itu. Penulis harap pembaca cukup bijak untuk dapat
membedakan dunia nyata dan khayalan.
* Penulis tidak memperoleh keuntungan uang
apapun dari cerita ini dan tidak memaksudkan cerita ini dijadikan sumber
pendapatan bagi siapapun.
Demi
Tugas 3
Ninja
Gaijin & Pimp Lord
Ketika
siuman dari bius, Savitri sudah terbaring telanjang di
lantai dingin sebuah ruangan yang tak ia kenali sebelumnya. Yang pertama-tama membuat dia panik adalah
ketelanjangannya; karena selama ini dia selalu berpakaian menutup seluruh
tubuh. Dia berusaha lolos tapi tak bisa; bahkan melihat saja tak bisa karena
matanya ditutup.
“Ah,
sudah bangun, Tuan Putri?”
Savitri
menoleh ke arah datangnya suara. Dia merasakan ada yang membangunkannya ke
posisi duduk, lalu membuka penutup matanya. Matanya membelalak memandang
seorang wanita dewasa yang mengenakan kimono mewah sedang duduk di kursi mewah
bagai takhta.
Ryoko |
“Siapa
kamu?” tanya Savitri dengan suara parau karena pengaruh obat bius yang masih
membekas di tenggorokannya.
“Bukankah
kamu selama ini cari info tentang aku? Perkenalkan, aku Ryoko… germo yang kamu
selidiki.”
Savitri
menegang, ia berhadapan langsung Ryoko. Ia berusaha lari, dan kemudian tersadar
pergelangan kakinya terikat menyatu dengan menggunakan tambang rami, demikian
juga dengan pergelangan tangannya.
“Kamu
usil…” kata Ryoko sambil bangkit dan menghampiri Savitri yang berusaha
beringsut menjauhi sang wanita yang wajahnya kemudian berubah garang di balik
riasan geishanya. Ryoko menjambak rambut sang gadis yang mengernyit kesakitan.
“Aku
paling nggak suka orang yang terlalu ingin tahu” katanya lagi sambil melirik ke
arah lelaki kekar yang menjadi tangan kanannya.
Savitri
menjerit-jerit minta tolong sekeras yang ia bisa. Ryoko tertawa keras, “Silakan
teriak. Nggak ada yang bakal dengar suaramu.”
Si
bodyguard kekar yang bertelanjang dada itu dengan mudahnya membopong tubuh Savitri
dan membantingnya ke atas meja, membuat sang gadis menegang kesakitan. Si bodyguard
langsung menautkan tambang yang mengikat pergelangan tangan Savitri, dan
mengeratkannya dengan tambang lain ke ujung meja yang sudah dimodifikasi untuk
menjadi tempat kaitan tali itu. Meja itu sendiri cukup kecil sehingga pinggul
Savitri tepat berada di ujung meja. Ia
menandang-nendang meronta sebisanya ketika sang lelaki melapaskan belenggu
kakinya, menyebabkan lelaki itu kesulitan. Si bodyguard lalu melepas sabuk
kulit di celananya.
CTAAAAARRRRR!
Mata
Savitri membelalak, mulutnya membuka namun tak ada teriakan yang keluar ketika
dengan kejam bodyguard itu mencambuk payudaranya.
CTAAAARRRR!!!
Kini
teriakan menggema ketika sabuk itu menghantam perutnya, pahanya, wajahnya. Dan
tubuh sang gadis melonjak-lonjak liar ketika belahan vaginanya merasakan
cambukan brutal itu berulang-ulang.
Ketika
Savitri hanya bisa merintih menahan sakit, bodyguard itu kemudian berlutut di
hadapan kedua kaki sang gadis lalu dengan perlahan mengikat masing-masing pergelangan
kaki ke kaki meja hingga kini tubuh Savitri membentuk huruf Y mendatar di meja
unik itu, meja yang memiliki plat kayu bergerigi melintang di tengahnya.
Ryoko
mendekati Savitri yang menggeliat berusaha melepaskan diri dari meja itu,
pinggangnya sudah mulai sakit oleh tekanan gerigi kayu itu.
“Kamu
ingin tahu siapa aku? Aku Ryoko… dan aku adalah… Neraka!”
Ryoko
lalu memerintahkan bodyguardnya untuk memutar roda kayu yang berada di kepala
meja itu. Savitri mendengar derak kayu berputar, ia terus meronta, dan
rontaannya makin kencang ketika ia merasa kalau tambang rami yang membelenngu
tangannya itu makin tertarik dan mengencang.
Savitri
menjerit kesakitan ketika tubuhnya dipaksa meregang di atas “The Rack” yang
kini menyakitinya dengan sangat itu. Tulang rusuknya tercetak jelas di kulitnya
yang meregang, bahkan sentuhan ringan tangan Ryoko di kulitnya menyebabkan sang
gadis mendesis kesakitan.
“Aku
adalah neraka, aku adalah dewi kematian, aku adalah sang penghukum!” kata Ryoko
lagi sambil mengambil lilin besar yang menyala dan menetesi tubuh Savitri
dengan lilin cair panas itu di spot-spot yang diketahuinya akan sangat
menyakitkan sang gadis, seperti di puting dan di belahan vaginanya yang berambut
halus.
Dengan
paha teregang Savitri tak bisa berbuat apa-apa ketika Ryoko mengambil semangkuk
balsem, lalu memoleskan balsem itu ke vagina hingga ke belahan pantat sekalnya,
membuatnya menjerit-jerit kesakitan. Ryoko lalu mengambil lakban dan melekatkan
lakban di selangkangan Savitri.
Tangan
dan kaki Savitri makin terluka ketika tangannya mengepal mendadak, ia mengejan
menahan sakit. Ryoko menyentak lakban itu dengan kasar, meninggalkan kulit
kemerahan di selangkanan sang gadis yang kini bersih dari rambut.
Roko
memberi tanda pada sang bodyguard yang lalu membuka papan kayu di bawah the
rack hingga kini Savitri tergantung mengambang dengan hanya tertahan bar kayu
dengan gerigi yang telah menggores pinggang dan pinggulnya itu. Si bodyguard
itu lalu menyelusupkan tubuhnya dan memposisikan dirinya hingga berada di bukaan
selangkangan sang gadis.
Savitri
melolong mohon belas kasihan…
“Tidak…
Jangan… aku masih peraWAAAAAAAAAAARGGGHHHH!”
Hentakan
penis sang bodyguard membuat Savitri menjerit kesakitan dan frustasi,
keperawanannya direnggut semena-mena oleh orang yang tak dikenalnya, serta
dalam kondisi tersiksa seperti ini, namun apa dayanya, darah keperawanan telah
mengalir…. Darah juga mengalir dari kulit pergelangan tangan dan kaki yang
terluka akibat gesekan tambang rami itu.
Dan Savitri
kembali panik ketika ia merasakan hangatnya sperma yang ditembakkan secara
seenaknya oleh pemerkosanya di dalam rahimnya….
“Aku
tidak mau hamiiiiiilllll!” teriaknya.
Ryoko
terkekeh dan berkata, “Telat… Benihnya sudah berenang ke dalam, siap membuahi
telurmu… hahaha… harga yang pantas untuk reportasemu, kan?”
Rasa
frustasi beralih menjadi murka, “Anjing kamu Ryoko… aku bunuh kamu…. Aku akan
AAAAAAAAAAARGGGGH!”
Kini
anusnyalah yang mengeluarkan darah keperawanan ketika Ryoko menyodokkan sebuah
dildo ke dalamnya tanpa pemberitahuan.
“Aku
yang akan membunuhmu gadis kecil,” balas Ryoko dingin.
Ryoko
lalu memberi tanda kepada sang bodyguard yang mengendurkan the rack, lalu
membebaskan Savitri yang sudah lemas itu.
Savitri
hanya bisa merintih kesakitan ketika kedua tangannya diikat dengan erat di
belakang tubuhnya,. Kedua sikunya diikat erat hingga hampir menyatu. Bodyguard
itu lalu mengikatkan pergelangan tangan tangan Savitri dengan pergelangan
kakinya, ia lalu membentuk simpul sehingga tali di siku Savitri berhubungan
dengan tali di mata kakinya. Savitri yang lelah bisa mendengar rantai
diturunkan dari langit-langit. Yang tak ia sadari adalah ketika sebuah kait
besar dikaitkan ke simpul itu dan…
Savitri
kembali menjerit-jerit kesakitan ketika tubuhnya melayang di udara denga posisi
menyakitkan itu, ia kini memohon-mohon belas kasihan Ryoko. Ryoko justru memerintahkan
sang bodyguard untuk membawa sebuah heater dan menyalakannya tepat di bawah
tubuh Savitri. Selain itu sepasang vibrating dildo dicolokkan ke vagina dan
anus Savitri yang beberapa saat lalu masih perawan itu.
Erangan,
rintihan dan geliat tubuh Savitri yang kesakitan dan kepanasan itu malah seakan
menambah nafsu Ryoko yang bagai tanpa perasaan menikmati hidangan mewah di meja
dekat Savitri tergantung. Dan ketika Ryoko selesai menikmati hidangannya,
Savitri sudah hampir pingsan dengan keringat yang membanjir dan bagian depan
tubuh yang memerah bagai udang rebus.
Ryoko
berbisik di telinga sang gadis yang kepalanya terkulai lemah itu, “Jangan
pingsan dulu karena aku belum lagi mulai menyiksamu…”
Ia
lalu memerintahkan sang bodyguard untuk memanggul tubuh sang gadis yang sudah
sangat lemah ke halaman belakang villa besar yang menjadi sarang penyiksaannya
itu. Halaman belakang itu sangat luas, namun itu semua tak ada harganya di
hadapan Savitri yang begitu kelelahan menerima siksaan beruntun di tubuhnya,
ditambah kenyataan kalau keperawannnya baru saja direnggut paksa.
Savitri
hanya pasrah ketika ia dipaksa berbaring telungkup di rumput basah halaman
belakang villa itu. ia begitu lelah untuk sekedar melawan ketika diposisikan
hingga wajahnya menyamping bertemu tanah basah, sementara pantanya dibuat
menungging tinggi. Dua batang leg spreader diikatkan ke pergelangan kakinya
serta di balik lututnya memaksanya mengangkang, lalu kedua spreader itu
dieratkan ke pasak yang tertancap di tanah. Kedua tangannya diposisikan
disamping tubuhnya yang menungging tak wajar itu lalu juga diborgol ke leg
spreader di mata kakinya. Lalu untuk menambah kuncian di tubuhnya, lehernya
diberi penahan hingga kepala sang gadis tak bisa ditolehkan ke sisi yang
lainnya. Dan sebuah ring gag besar dipasang oleh Ryoko sebagai aksesori
terakhir.
“Nikmati
istirahatmu, Savitri…” kata Ryoko sambil mengajak sang bodyguard meninggalkan Savitri
terbelenggu kedinginan oleh angin pegunungan, dan sengatan matahari yang
menyakiti punggung dan pantatnya yang menjulang tinggi.
Mulut
sang gadis mulai kering karena liur yang selalu keluar dari mulutnya yang
membuka lebar itu. Ia menangis…
Embikan
domba mengagetkan Savitri….
Ia
bisa melihat kaki-kaki domba yang berkeliaran merumput di sekelilingnya, namun
yang tak disangkanya, ia mendengar suara orang….
“Euleuh
euleuh…. Geuningan aya bondon anyar Nyi Ryoko….”
Savitri
mencoba menjerit, namun ring gag itu jelas mengenyahkan maksudnya, dan teriakannya
tak membuahkan apa-apa… Ia frustasi, ia bisa merasakan tangan kasar sang
gembala meremasi pantanya, dan….
Airmata
sang gadis kembali membasahi rumput ketika penis sang gembala dengan bebasnya
mengakses vagina dan anusnya sesuka hati dan kemudia mengisi rahimnya dengan
benih kotor.
Sesudahnya,
dingin yang menusuk tulang menjadi teman bagi tubuh ternoda sang gadis…. Bunyi jangkrik
memenuhi malam ketika telinga Savitri mendengar langkah beberapa orang
mendekati dirinya….
Ia
menggumam… memohon Ryoko untuk melepaskan dirinya…
Namun….
“Anjrit…
Mang Odet teu ngabohong euy…. Alus pisan awakna iyeu bondon, yeuh.” kata orang
itu, dan Savitri bisa merasakan beberapa pasang tangan meremasi payudaranya,
mengelusi tubuhnya… kenyataan banyaknya sperma kering tak membuat nafsu mereka
berkurang, malah makin menjadi.
“Nyi
Ryoko memang hebat, bisa ngadapetkeun bondon elit jiga kieu…” kata seorang dari
mereka.
“He’euh…
bari Nyi Ryoko
ngijinankeun urang-urang ngijut bondon anyarna, garatis deui….”
Jiwa
Savitri langsung terbang ke kehampaan ketika ia mendengar bunyi celana yang
diturunkan…. Dan kemudian ia kembali disetubuhi, tanpa bisa menghindar.
“Jang…
maneh di mana?” ujar orang yang sedang memerkosa Savitri sambil menelepon.
“Buru
ka dieu…. Ajak nu lainna, nya… he’euh… pokonamah kualitas nomor hiji nu ieumah…
henceutna ngagriplah pokonamah….Buruan nya… aing meju heula yeuh….uuuggghhhh!”
Berapa
banyak yang harus ia layani?
Sementara
dari balik tirai villa, Ryoko nampak senang melihat pemuda-pemuda pengangguran,
pengemis, pengamen, dan gelandangan bergantian menikmati tubuh terbelenggu
Savitri. Ia lalu memandang ke arah sang bodyguard lalu tersenyum mengundang….
Dan
malam itu dua persetubuhan terjadi….
Persetubuhan
liar Ryoko dengan sang bodyguard, dan pemerkosaan massal yang dialami Savitri.
Dan ketika Ryoko tertidur pulas bersama sang bodyguard, Savitri harus menahan
dinginnya angin malam yang ditambah hujan lebat yang mendadak turun seakan
ingin ikut menyiksa sang gadis.
Mentari
mulai meninggi ketika Savitri terbangun. Belenggunya telah dilepas, namun
Savitri terlalu lemah untuk bergerak… namun dengan sisa tenaga yang ada ia
bangkit untuk mendapati penis sang bodyguard yang berada tepat di hadapan
wajahnya.
Ketika
ring gag-nya dilepas, mulut sang gadis tetap membuka karena masih terasa kaku.
Ia disuruh berlutut, lalu penis itu mendesak masuk ke mulutnya hingga mentok. Sang
bodyguard mencengkeram kepala Savitri dan mulai memaju mundurkan kepala Savitri.
Dengan tidak sabar sang bodyguard menggerak-gerakkan pinggulnya dengan keras
lalu menyemburkan sperma kentalnya ke dalam mulut sang gadis. Ironisnya,
Savitri sedikit bersyukur karena bisa menghapus rasa dahaga yang melandanya.
Ia
tak menolak chain strap yang dipasangkan di lehernya, dan mengikuti dengan
gontai langkah sang bodyguard masuk ke dalam villa siksa.
*****
Savitri
diberi makan dan minum secukupnya tapi kemudian kembali diperkosa. Tiga hari
tiga malam dalam neraka bagi Savitri. Sesudah seluruh kekuatan fisik dan
semangatnya terkuras dan jiwanya remuk, Ryoko muncul kembali di hadapannya.
“Bunuh aja... aku....” pinta
Savitri lemah, ketika berhadapan
dengan Ryoko yang berdandan lebih kalem, sebagaimana seorang executive lady
yang sedang menikmati liburan.
“Bunuh?
Non wartawati, aku bukan pembunuh. Tapi pengusaha baik-baik. Kerjaku bikin
orang senang. Buat apa aku bunuh kamu?”
Savitri
tak kuat untuk menantang lagi. Kemaluannya terasa sakit sesudah dipakai non
stop.
“Kamu
badannya bagus, lho...” kata Ryoko. “Sayang kalau diumpetin terus. Gimana kalau
pindah kerja sama aku aja? Bayarannya lebih gede, kerjanya lebih enak.”
Savitri
menggeleng.
“Tapi
kamu nggak bisa nolak. Aku ada job yang pantas buat kamu... Savitri?” Ryoko
mengangkat kartu identitas jurnalis yang diambilnya dari bawaan Savitri. “Aku
punya nama yang lebih bagus buat kamu. Thalia. Suka nggak?”
Savitri
tidak diberi kesempatan menjawab. Anak buah Ryoko kembali meringkusnya...
*****
Selama
dalam penyekapan, Savitri sempat berusaha tawar-menawar dengan Ryoko. Salah
satunya dengan menggunakan Irina. Savitri menuding Irina sebagai penyusup.
Ryoko mengatakan, kalau informasi itu asli, Savitri boleh bebas asalkan tidak
mengungkap berita tentangnya (tentu sambil mengancam bahwa dia akan diawasi).
Sementara kalau bohong.... Maka Ryoko pun memanggil Irina ke villa, sambil pura-pura
mengamuk dia mencoba mengkonfrontasi Irina. Tapi reaksi Irina yang menantang
Ryoko untuk membunuhnya dengan pisau bedah membuat Ryoko lebih percaya Irina
daripada si wartawati.
Berminggu-minggu
Savitri kembali menjalani neraka. Lebih parah daripada sebelumnya. Tubuhnya tak
hanya dipakai. Tapi juga diubah. Dia telah menjadi objek rencana keji Ryoko...
yang oleh Ryoko sendiri disebut “inovasi jasa” dalam bisnisnya.
Dan
sekarang...
*****
Begitu
tudung itu terbuka, Irina langsung menarik tali pengikat yang terhubung ke
kalung ketat di leher Savitri.
Bukan,
bukan lagi Savitri.
“Pak
Prabu, ini Thalia,” Ryoko memperkenalkan.
Sulit
mengenali Savitri yang dulu, yang sebagian besar tubuhnya tak kelihatan untuk
umum. Yang ada di hadapan Prabu adalah seorang perempuan yang telah
dimodifikasi, bernama baru Thalia. Payudaranya telah diperbesar sehingga
kelihatan seperti sepasang bola yang bergelantung padat di dadanya, dengan
pentil mencuat seperti peluru. Rambutnya merah, semerah bibirnya yang penuh dan
basah. Dan bibirnya terpaksa membuka memuat ball gag dalam mulutnya.
Masing-masing telinganya ditindik dua lubang dan digelantungi anting lingkaran
emas besar. Kuku-kuku jarinya juga diwarna merah, namun itu belum terlihat oleh
Prabu karena kedua tangannya diikat di belakang punggung. Dia mengenakan sepatu
hak tinggi dan tubuhnya hanya tertutup sabuk-sabuk kulit. Di depan pusarnya ada
satu cincin besi terhubung ke empat sabuk. Satu sabuk menghubungkan cincin itu
ke kalung ketat dan lewat di antara sepasang payudaranya yang diperbesar, dua
melingkari pinggang, satu lagi ke bawah menyelusup di kemaluannya yang tak
tertutup lalu naik lagi ke cincin lain di punggung. Cincin di punggung tidak
terlihat karena tertutup rambut merah yang panjang sampai ke sana. Sabuk yang melewati
kemaluannya juga menahan dua benda tepat dalam posisinya: dua vibrator, satu
dalam vagina, satu dalam anus.
“Suka
nggak?” tanya Ryoko. Prabu tersenyum lebar lalu mendekati Thalia. Ketika telah
dekat dia mempelajari seluruh perubahan yang dibuat Ryoko pada tubuh Thalia.
Prabu meraba payudara baru Thalia, tidak muat di satu tangan saja. Rambut merah
menyala di samping telinganya disibak; terlihat earphone masuk ke telinga
Thalia. Ketika dicabut, dan Prabu coba mendengarkan, yang terdengar adalah
suara perempuan mendesah ketika disetubuhi, juga meminta-minta disetubuhi
dengan kata-kata mesum, sambil mengaku sebagai pelacur, lonte, cewek murahan,
dan semacamnya.
Savitri/Thalia |
“Itu
suara dia sendiri, yang direkam terus kusuruh dia dengar lagi terus-terusan,”
Ryoko menjelaskan.
“Conditioning
ya... Atau hipnotis diri sendiri?” Prabu meneruskan pemeriksaannya. Lalu ke
bawah. Vagina Thalia banjir karena dirangsang terus.
“Moga-moga
tidak ada yang netes ke lantai, sayang karpetnya mahal, haha,” Ryoko bercanda.
“Lagian biar dia basah terus, supaya siap pakai.”
“Menarik...”
Ke atas
lagi, Prabu melihat bahwa kalung ketat yang dipakai Thalia punya liontin berupa
tulisan “BITCH”. Mata Prabu memancarkan kepuasan ketika melihat
tato di atas vagina Thalia mengikuti alur perut bawahnya yang datar itu, tulisan
“FUCK ME HARD” sementara di atas
belahan pantat sekal Thalia ada tato “LONTE”. Wajah Thalia juga dirias tebal.
Kelopak matanya diwarnai kombinasi biru-ungu, alisnya dibentuk dengan sulam
alis. Prabu sedang memperhatikan bibir merah Thalia ketika Ryoko menceletuk,
“Itu dibikin permanen juga lho.”
“Permanen?”
“Iya.
Eyeliner-nya juga. Kalau lainnya sih nggak, tergantung yang ngedandanin aja.”
Prabu
sekali lagi memperhatikan gadis yang sudah diubah total itu. Lalu Ryoko
menyodorkan dua foto: satu foto penampilan lama Savitri, satu lagi foto
telanjang Savitri sebelum diubah.
“Seperti
ini ya hasil ‘Sex Doll Project’ yang kamu tawarkan... Sangat menarik!” Prabu
antusias.
“Kan
udah kubilang, I put your money into good use,” ujar Ryoko bangga. “Pasti lebih
asyik daripada patung cewek telanjang kan....”
“Pasti,”
kata Prabu singkat. “Tapi satu lagi: Performance. Kalau bukan cuma tampang...
pasti hebat banget.”
Ryoko
menoleh ke Irina.
“Your
turn,”
kata Ryoko sambil melangkah meninggalkan Prabu untuk menikmati
sex doll barunya itu.
Dan
Prabu benar-benar tidak kecewa. Di dalam kamar mewahnya itu ia menikmati
bagaimana Irina mengintimidasi Thalia, menampari pantat sekal sang gadis,
memecuti sang gadis dengan menggunakan riding crop, lalu memerintah sang gadis
untuk merangkak ke arah sang tuan, lalu menurunkan resleting celana Prabu hanya
dengan menggunakan gigi.
Irina lalu menjambak rambut Thalia, membuka
paksa mulut sang gadis dan menekan kepala sang gadis hingga seluruh batang
penis sang tuan bersarang di hangatnya mulut dan kerongkongan Thalia. Sang tuan
begitu menikmati suara seruput dan kecipak mulut Thalia yang memulas penisnya,
menikmati sensasi lidah yang membasahi penisnya dengan liur yang berleleran
hingga ke buah zakarnya, bahkan sampai ke lubang anusnya.
Prabu
tak tahan lagi, ia merenggut tubuh montok Thalia ke atas kasur dan segera menindih
tubuh sekal sang gadis dengan payudara baru yang kini habis diremasinya,
dicupanginya digigitinya. Dan gairahnya makin menggila ketika di belakang pantatnya
yang bergerak ritmis menumbuki selangkangan Thalia, Irina membuka celah pantat
sang tuan dan memberi anal rimming terhebat yang pernah dirasakan Prabu.
Akhirnya
lelaki itu mengecup kening kedua gadis yang berada dalam pelukannya. Ia lalu
bangkit dari ranjang empuk tempat pertempuran birahi mereka.
“Beristirahatlah
kelinci-kelinci kecilku. Kita akan bermain lagi nanti,” katanya sambil berganti
pakaian.
Pintu
kamar itu menutup…
Savitri
menerjang Nisa hingga Nisa terjengkang dari tempat tidur. Gadis itu menyerbu
Nisa dengan membabi buta, namun Nisa dengan tenang melayani serangan membabi
buta Savitri yang penuh emosi itu hingga akhirnya Savitri kelelahan. Tamparan
keras dari Nisa mambuat Savitri terhuyung dan terhempas ke atas kasur.
Savitri
meraung frustasi sebelum akhirnya menangis sejadinya. Ia merapatkan pahanya ke dada,
mendekap lututnya, merundukkan kepala, dan terisak. Cukup lama Nisa membiarkan
Savitri menangis sebelum akhirnya ia beringsut, mendekati Savitri dan merangkulnya.
Savitri merapatkan wajahnya ke dada Nisa dan kembali menangis di sana.
“Aku
benci kamu… aku benci kamu…” tangis Savitri dalam pelukan Nisa. Nisa membiarkan
tangan sang gadis memukuli punggung dan dadanya, ia biarkan Savitri meluapkan
amarahnya.
“Kenapa
kamu nggak tolong aku? Kenapa kamu biarin mereka nyiksa aku, bikin aku seperti
ini?” isaknya lagi.
“Aku
nggak bisa balik lagi ke kehidupanku… aku
sekarang jadi apa…?”
Namun
Nisa belum bisa berbuat banyak, karena waktunya belum tiba. Ia harus kembali ke
Ryoko… meninggalkan Thalia di tangan Prabu.
****
Beberapa
malam berikutnya…
Malam
itu Nisa kembali merasakan kedamaian, ia kembali berada dalam pelukan
‘bapaknya’, Bambang Harjadi.
Ini
sudah kelima kalinya ia di-booking Kombes Bambang. Lama-lama Nisa merasa bangga
dapat mempersembahkan tubuhnya bagi idolanya, dapat memberikan kepuasan ragawi
bagi sosok yang sangat dikaguminya itu, dan ia merasa sangat hangat dalam
peukan lelaki itu.
Dan
Nisa merasa sangat dihargai ketika sang perwira mulai mengajaknya berbicara.
“Bagaimana
kabarmu, nDuk?” tanyanya sambil mengusap kepala Nisa, bagai mengusap anak kecil
yang sangat menggemaskan.
“Saya
selalu siap menjalankan amanah dari bapak,” jawabnya sambil mengelus dada sang
perwira.
“Bagaimana
kabar tentang wartawati yang hilang itu?” tanya sang perwira. Nisa terkejut dan
kagum atas ketepatan informasi yang dimiliki sang perwira dan bagaimana Kombes
Bambang mampu mendeduksi bahwa ada kaitan antara kasus itu dengan Ryoko.
“Saya
tidak bisa selamatkan dia…” kata Nisa lirih, “Tubuhnya sudah diubah, dia tidak
bisa apa-apa lagi kecuali menjadi pemuas laki-laki.”
“Kamu
sendiri?” tanya sang perwira, yang kembali membuat Nisa sedih karena ia khawatir
apakah masih bisa menjadi Ipda Nisa yang dulu.
“Saya….
Saya siap jalani penugasan ini sampai selesai…” jawab Nisa yang membuat sang
perwira memberi kecupan kepuasan di dahi sang gadis yang makin mengeratkan
pelukan di tubuhnya.
“Maaf
Pak… Bagaimana dengan komandan Rasidi? Kalau info saya tidak salah… dia
membocorkan penyusupan saya di jaringan Ryoko ke Savitri. Dia mungkin mau
mencelakakan saya, Pak.”
Sang
perwira terdiam… skenario demi skenario berseliweran dalam benaknya… dan
akhirnya ia berkata.
“Biar
aku sowan ke tempat tugas Rasidi…. Aku akan siapkan sesuatu untuk bereskan dia.
Tapi setelah itu, kamu harus siap hadapi Rasidi. Ia kejam…. Berhati-hatilah,
nDuk. Dan kalau perhitunganku benar, Ryoko akan bergerak untuk membantumu… dan
caranya membantu akan dapat memberi jalan untuk menghentikan sang ratu germo…”
Adrenalin
Nisa timbul demi mendengar rencana yang disampaikan sang perwira. Rasa girang
dan terlindungi membuatnya bahagia, maka sambil bangkit dan menurunkan selimut
yang menutupi tubuh telanjang mereka, Nisa berkata dalam desahan kepada sang
perwira…
“Saya
siap jalankan perintah Bapak… dan saya akan layani Bapak sebaik-baiknya.”
Dan
sang perwira mendesis nikmat ketika Nisa memberinya deepthroat dan memberi
liukan pinggul terhebat dalam posisi cow girl yang liar….
****
“Goblok
kamu Nisa! Kenapa telat laporin transaksi Ryoko? Kita jadi kehilangan peluang tangkap
dia!” sembur Rasidi, yang beberapa jam lau habis dimaki-maki Bambang Harjadi
yang melakukan inspeksi mendadak ke kantornya didampingi beberapa ajudan.
Kini
Rasidi balik memaki-maki Nisa di kantor yang telah sepi karena hari yang telah
malam. Hanya tiga anggota jaga yang notabene pengikut setia sang komandan yang
tetap ada di sana.
“Kamu
sekarang udah lebih suka jadi WTS-nya Ryoko ya!?”
Sambil
berdiri dengan sikap sempurna Nisa menahan semua kegeramannya. Secara struktural
dan kode etik, ia tau kalau ia tak bisa membantah sang komandan. Terlebih ia
sudah bersumpah pada panutannya untuk bertahan walau apapun yang terjadi….
“Siap,
tidak Komandan!” hanya itu yang bisa dia katakan.
Rasidi
menekan intercom dan memerintahkan tiga petugas piket untuk masuk ke dalam
kantornya. Ia segera memberi perintah.
“Telanjangin
perek ini, dia nggak pantas memakai
seragam polisi!”
“Siap
Komandan!” kata ketiga orang yang tanpa hati mau saja melaksanakan perintah
yang tidak layak itu. Nisa mencoba meronta, namun tenaganya jelas kalah melawan
tiga serigala kelaparan yang menangkap mangsa. Seragam yang dikenakan Nisa
dengan rasa bangga kini tergeletak di lantai, dan tak lama kemudian pakaian
dalamnya direnggut paksa.
Tubuh
sang gadis dipaksa menelungkup di meja dinas sang komandan dengan tangan ditelikung
ke belakang tubuhnya. Nisa terus berusaha meronta. Ia melihat Rasidi melangkah
ke belakang tubuhnya. Dan…
Swoooossssshhh……
CTAAAARRRR!!!!
Nisa
menjerit dari dasar paru-parunya.
Sabetan
rotan yang biasa digunakan Rasidi untuk menyiksa tahanan menyentuh bagian
belakang kedua pahanya dan meninggalkan bilur keunguan di kulit mulus sang
gadis. Lalu pecutan itu bergerak liar sekenanya, di betis, di pantatnya. Dan
ketika tangannya dipaksa terentang ke samping, gilran punggungnya yang menerima
belaian rotan itu.
Dan
jeritan terdengar ketika sabetan rotan itu menghantam vaginanya.
“Enak,
kan, lonte?” bentak Rasidi sambil menurunkan celananya. “Sekarang, kamu jadi
lonte buat kita aja!” katanya dengan penuh ejekan sambil menghujamkan penisnya
ke dalam anus Nisa. Nisa kembali menjerit-jerit kesakitan dan mendesis-desis
menahan perih karena ketiga serigala lainnya menjilati bekas luka di tubuhnya,
juga meremasinya dengan kasar, sekasar sentakan penis Rasidi di anusnya.
Polisi
bejad itu lalu mencabut penisnya dari anus Nisa yang kini menganga, lalu ia
memerintahkan anakbuahnya untuk menelentangkan tubuh Nisa di atas meja kerjanya
lalu mengatur posisi sang gadis hingga kepalanya terjuntai di ujung meja.
Nisa
melejang-lejang….
Dengan
buas Rasidi memperkosa mulut Nisa menggunakan penis yang baru saja bersarang di
anusnya. Ia tersedak oleh penis yang dilesakkan dengan kasar ke dalam
tenggorokannya, hingga ia megap-megap bahkan muntah dan mengotori wajahnya.
Sementara
di selangkangannya yang terjuntai… para serigala berseragam polisi mulai
menghujamkan penis mereka di vagina dan anus sang gadis. Mereka begitu girang
karena bisa menikmati polwan tercantik di kesatuan mereka yang selalu menjadi
objek masturbasi mereka. Nisa begitu lemah, tubuhnya bagai kain usang yang
dilempar ke sana-ke mari seenaknya, dipergunakan untuk memuaskan birahi mereka.
Akhirnya
keempat orang itu menghela nafas lega. Nafsu mereka sudah terlampiaskan. Mereka
memandang tubuh Nisa yang tergeletak di lantai, luluh lantak, penuh luka,
cupangan, bekas remasan dan tamparan, serta belepotan sperma. Mereka puas bisa
merendahkan gadis itu, membuatnya tak berharga.
Rasidi
lalu berkata pada anak buahnya, “Lempar pelacur ini ke dalam sel, biar malam ini
dia ladeni bajingan-bajingan di dalam sana.”
Nisa
begitu lemah, ia tak sanggup lagi meronta ketika diseret ke dalam sel besar
yang berisi sekitar sepuluh tahanan yang segera bersemangat karena mendapatkan
penghangat tubuh di malam itu.
Malam
itu neraka menghampiri Nisa.
****
Ryoko
yang cemas karena sudah tiga hari tak mendengar kabar Irina segera mendatangi kamar
kos sang gadis.
“Astaga!
Irina…. Apa yang terjadi?” Ryoko panik melihat luka di sekujur tubuh sang gadis,
juga bekas gigitan dan cupangan yang belum lagi sembuh.
“Aku
diciduk dan diinterogasi polisi… Mungkin gara-gara fitnah Savitri…”
“Dia
lagi…” umpat Ryoko.
“Dia
sudah membayarnya, kak…” bela Irina, “polisi saja yang sudah terlanjur curiga”
“Apa
kamu….”
“Cuma
liurku, muntahanku, dan peju mereka yang nggak kutampung yang keluar dari mulutku.”
Ryoko
tertegun dengan keketusan Irina, namun ia sadar, ia memang takut Irina tak kuat
siksaan dan akhirnya ‘bernyanyi’ pada polisi.
“Maafkan
aku Irina…. Mari, kita pulihkan tubuhmu dengan perawatan terbaik. Dan jangan
takut… aku akan mengatur orang-orangku untuk memberi pelajaran kepada bajingan
itu.
‘Benar-benar seperti dugaan bapak…’ batin
Nisa yang semakin kagum dengan panutannya itu, yang memiliki pemandangan jauh
ke depan.
Dan
dengan langkah perlahan, ia mengikuti Ryoko….
***
Wajah
Rasidi pucat pasi bagai kapas, ketika rekaman video penyiksaannya pada Nisa
terpampang jelas di ruang kerja Bambang Harjadi…..
Dan
perintah mutasi dan demosi menjadi hukuman baginya. Dia dipindah ke sektor terpencil
di perbatasan timur negara… .
Kelak
Nisa akan melihat lagi nama Rasidi di koran, sebagai korban tewas ketika pos
yang dipimpinnya diserang gerombolan separatis.
Dan yang tidak masuk koran namun diberikan kepadanya oleh Kombes Bambang
Harjadi, foto-foto wujud terakhir Rasidi di dunia. Mayat termutilasi yang kehilangan
berbagai anggota tubuh, termasuk yang pernah dipakainya menyiksa anus dan mulut
Nisa.
Sementara
ketiga bawahannya “bernasib buruk". Ada yang dikeroyok massa yang
diprovokasi orang suruhan Ryoko. Ada yang mati di atas perut seorang pelacur
murahan yang dengan sengaja menaruh racun ke dalam minuman. Dan yang seorang
lagi ditabrak truk besar…
***
“Aku
masih ingat cara kamu melihatku waktu pertama kali kita ketemu, Irina,” kata
Ryoko lembut. Mereka telah berada jauh dari kota. Ryoko membawa Nisa ke suatu
spa di pinggir laut, milik salah seorang langganan lamanya.
“Apa yang kamu lihat waktu itu?” Nada bicara Nisa lemah pasrah. Tubuhnya yang lelah memang sudah tidak sesakit ketika dia baru saja lepas dari siksaan namun belum pulih. Dia telungkup telanjang di atas ranjang selagi seorang perempuan tukang pijat melemaskan otot-ototnya. Sesekali dia merasakan tangan Ryoko ikut mengelusnya.
“Apa yang kamu lihat waktu itu?” Nada bicara Nisa lemah pasrah. Tubuhnya yang lelah memang sudah tidak sesakit ketika dia baru saja lepas dari siksaan namun belum pulih. Dia telungkup telanjang di atas ranjang selagi seorang perempuan tukang pijat melemaskan otot-ototnya. Sesekali dia merasakan tangan Ryoko ikut mengelusnya.
“Diriku
waktu dulu, Irina…” kata Ryoko. Selanjutnya Ryoko menyuruh si tukang pijat
pergi.
“Eh,
kok si Mbak disuruh pergi?” Nisa heran.
“Biar
aku sendiri yang melayani kamu kali ini…” kata Ryoko. Kemudian Ryoko mulai
memijat punggung Nisa.
“Aku
masih bisa ilmunya…” kata Ryoko. “Dulu sekali aku mulai dengan memijat.
Sebagian besar yang kupijat laki-laki. Aku belajar tentang tubuh manusia dari
memijat. Termasuk bagian itunya laki-laki yang sebenarnya otak sejati mereka…”
“Ahhmmm,”
Irina menggumam keenakan. Rasa aman dan tenang melanda dirinya, disampaikan
oleh sentuhan Ryoko, selagi Ryoko meneruskan cerita masa lalunya. Ryoko yang
awalnya bekerja sebagai terapis pijat plus-plus jadi kenal banyak laki-laki,
dan sempat jadi simpanan seorang pejabat. Ketika kepergok istri pejabat itu,
dia pun diusir dan kembali ke dunia malam. Relasi-relasi lamanya kadang
mengontak dia lagi, baik untuk membooking dia maupun meminta dia mencarikan
penghibur. Lama-lama Ryoko “naik kelas”. Dia pacaran dengan seorang aparat dan
dibiayai kuliah, sehingga kehidupannya pun menanjak. Lulus kuliah, dia gagal
dinikahi aparat itu karena tidak disetujui orangtuanya, lalu dia pun beralih ke
pelukan seorang pengusaha. Tapi lagi-lagi kisah cintanya kandas karena
pengusaha itu kurang percaya dengan Ryoko. Sementara itu dunia malam tak pernah
lepas dari dirinya. Orang terus memanfaatkan jasanya. Akhirnya Ryoko pun menjadi
germo dengan jaringan prostitusi kelas atas yang besar.
“Balik
badan,” kata Ryoko. Nisa mengikuti perintahnya. “Aku ingin berikan sesuatu buat
kamu…”
Nisa
telentang di atas ranjang pijat. Ryoko duduk di sebelahnya. Spa itu adalah spa
mahal dengan privasi terjaga dan pemandangan luar biasa; kamar tempat mereka
berada berjendela besar, membuka ke arah laut. Tidak bakal ada yang mengintip
karena kamar itu terletak di pinggir tebing yang langsung berbatasan dengan
laut. Nisa melihat Ryoko berpenampilan “geisha” seperti biasa, dengan rambut
digelung di atas kepala dan kimono hitam.
Ryoko
mulai memijat payudara Nisa. Dimulai dengan menepuk-nepuk bagian samping, lalu
memijat sampingnya dengan menekan ke atas sehingga sepasang bukit itu membusung
lalu melepasnya, berkali-kali.
“Hihi,”
Nisa kegelian. “Ini biar apa, biar gede?”
“Enggaklah.
Biar enak aja. Kalau mau bikin gede apa mau dibikin seperti si Thalia?”
Keduanya
cekikikan genit. Kalau hanya mendengar itu saja, orang akan mengira ada dua
gadis remaja bercanda. Bukan seorang polwan dan germo.
Dan
Ryoko melanjutkan dengan menyentuh kedua puting Nisa dengan ibu jari dan
telunjuk. Dengan lembut dia memutar keduanya, searah jarum jam lalu berbalik.
“Enak?” tanyanya. Nisa mengangguk sambil tersenyum. Lalu Ryoko menaruh kedua
telapak tangan di atas masing-masing puting dan kembali melakukan gerakan
memutar. Kemudian pelan-pelan dia menarik ke atas puting Nisa satu demi satu,
mencubit halus dengan ibu jari dan jari tengah, membuat puting Nisa mencuat.
Gerakannya sangat lembut dan perlahan. Nisa menggelinjang dan mendesah
keenakan.
Ryoko
lalu turun memijat bagian depan betis Nisa, naik ke atas ke paha, lalu pangkal
paha. Pijat sensual itu mencapai bagian paling sensitif. Ryoko membasahi
tangannya dengan minyak aromaterapi lalu menggosok-gosokkan kedua tangannya.
Dengan lembut dia mengusapkan minyak ke sekujur bagian luar kewanitaan Nisa,
bibir luar kiri dan kanan, terus ke bawah sampai anus. Ujung ibu jarinya
mengelus bagian luar anus Nisa lalu berjalan ke atas, ke ujung bawah rekahan
vagina. Rekahan itu dibuka lembut dengan kedua ibu jari, kedua bibir bawah luar
Nisa dipijat-pijat, lalu Ryoko masuk lagi ke dalam. Terlihat bibir-bibir itu
membengkak, tanda Nisa terangsang.
Jari-jari
Ryoko lalu mengelus klitoris Nisa. Dua jarinya merangsang kacang kecil penuh
syaraf sensitif itu. Ryoko merasakan Nisa terus menggelinjang, meracau tak
keruan karena keenakan. Nisa memang terbawa oleh suasana kamar yang membuai,
musik yang menghanyutkan, dan sentuhan Ryoko yang memabukkan. Sejenak dia
melupakan bahwa yang sedang memberinya kenikmatan adalah orang yang akan dia
seret ke pengadilan dan penjara kelak. Vaginanya sudah banjir, cairannya
sendiri bercampur pelumas dari tangan Ryoko. Apalagi Ryoko juga berbisik-bisik
di telinganya memuji kecantikannya.
“Irina…
Ayo buka kakimu buat aku…” Nisa mengangkang dan Ryoko bersimpuh di depannya. Ryoko
lalu mencolokkan jari tengahnya ke dalam liang kewanitaan Nisa dan mulai
mencolek-colek G-spot Nisa di dalam. Setelah beberapa colekan jari telunjuknya
ikut masuk menggoda. Menekan, memutar-mutar. Ryoko memperhatikan reaksi Nisa
terhadap semua perubahan gerakannya dan menyesuaikan. Sesudah menemukan tempat
yang tepat, Ryoko merangsangnya tak henti-henti, membawa Nisa mendaki puncak
gairah. Dinding dalam vaginanya mulai terasa menggembung.
“Ayo
terus sayang, enak kan dirangsang gini? Enak ya Irina? You sound so sexy babe…
Scream for me, ayo Irina, aku pengen kamu ngejerit keenakan sayang…” Ryoko juga
terus merangsang otak Nisa dengan kata-kata. Nisa mulai merasakan ada sesuatu
yang tak tertahan. Bukan, ini bukan orgasme biasa… Ada sesuatu yang lebih yang
mau ikut keluar. “Ahh… AHN! RYO…KO!... DKIT… LAG…GIH! KLU… ARH!” racaunya.
“Rileks,
Irina… Jangan ditahan…!” perintah Ryoko. Dia tahu bahwa apa yang hendak
diberikannya, sebenarnya harus dihasilkan sendiri oleh Nisa.
“AHHHH!!!
HHHNGGG!!!”
CRAATTT!!
Ryoko
langsung menarik tangannya ketika air bening memancar dari dalam vagina Nisa.
Nisa merasa seperti meledak; dia mendapat squirting orgasm untuk pertama kali
dalam hidupnya. Dia sampai merasa pandangannya berkunang-kunang. Tubuhnya
seperti meledak, dibuyarkan kenikmatan yang memancar ke mana-mana. Jeritannya
panjang dan keras, membuat Ryoko tersenyum bangga.
Ryoko
langsung memeluk dan mencium pipi Nisa yang terengah-engah sesudah semburannya
berhenti. “I hope you like my gift,” bisiknya. Nisa tak kuasa menjawab, karena
masih dilanda euforia.
*****
Nisa
terbangun beberapa jam kemudian, sesudah tidur pulas karena orgasme yang kuat.
Ryoko sudah tidak bersamanya.
“Ke
mana dia?” Nisa mencari pakaian di dalam kamar spa itu. Dilihatnya kimono
handuk. Di dalam sana juga ada shower, sehingga Nisa memutuskan untuk mandi air
panas dulu, lalu dia mengenakan kimono handuk itu dan keluar kamar.
Nisa |
Ketika
berjalan di koridor, Nisa mendengar jeritan perempuan. Ryoko?
“Hyaahh!!”
BUGG!
Nisa
langsung berlari menuju arah suara. Dia membuka satu pintu.
BUKK!
DHESS!
Dan
di dalam ruangan itu dilihatnya Ryoko sedang bertarung dengan seorang
laki-laki.
Ruangan
itu adalah ruangan gym, di tengahnya ada ring dan Ryoko di sana sedang sparring
dengan seorang bodyguard-nya. Baru kali ini Nisa melihat Ryoko seperti itu.
Ryoko ternyata cukup menguasai kickboxing. Namun si bodyguard sepertinya
diminta untuk serius karena dia tidak cuma jadi sansak. Sesudah menangkis satu
tendangan Ryoko dan menerima satu lagi tanpa bergeser, dia balas menerjang
Ryoko sehingga Ryoko terpental mundur sampai tali ring. Seolah-olah mau
menghancurkan musuh dia berusaha menginjak Ryoko yang terhuyung hampir jatuh.
Ryoko dengan gesit berkelit memutar lalu menarik lengan si bodyguard sekaligus
mengacau keseimbangan lawannya—jurus aikido—dan membuat tubuh besar si
bodyguard terbanting ke kanvas.
Pada
saat itulah Ryoko melihat Nisa.
“Oh,
sudah bangun?” sapanya.
“Aku
baru tau kamu bisa bela diri juga,” kata Nisa. Sebagai polwan yang punya
kemampuan bela diri, Nisa jadi penasaran ingin menjajal kemampuan Ryoko. Tapi
dia menahan diri. Itu bisa membuka penyamarannya.
“Ah,
ini cuma hobi. Ya… mungkin ada gunanya juga. Cewek kayak kita harus selalu bisa
jaga diri kan?” Ryoko lalu pasang kuda-kuda lagi melihat si bodyguard bangun.
“And more than that…”
Tubuh
anggun Ryoko melayang dalam tendangan terbang ke arah muka si bodyguard, yang
langsung menghindar. Nisa tidak bisa tidak mengagumi gerak keduanya. Si
bodyguard menubruk dan memiting Ryoko dari belakang. Ryoko tak bisa lepas dalam
rangkulannya… atau tidak? Ryoko langsung menjatuhkan diri sambil menyeret tubuh
si bodyguard ke bawah sehingga keduanya jatuh berdebam di kanvas.
“I
find it…” Ryoko bangun lebih cepat, dia langsung melilitkan tubuhnya ke si
bodyguard. Tak lama kemudian si bodyguard dalam posisi tak berdaya, lehernya
terjepit sepasang paha Ryoko sementara lengan kanannya ditelikung…
“…sexy.”
Ryoko
berdiri, menarik lengan si bodyguard yang masih ditelikung sambil menginjak
kepalanya. Laki-laki bertubuh besar itu dipaksa menungging dengan kepala
diinjak.
“Irina!
Lemparin yang di atas bangku itu,” perintahnya. Nisa memungut benda yang
dimaksud. Borgol… Dia lemparkan sepasang gelang baja berantai itu tepat ke
Ryoko, yang dengan lihai menangkapnya tanpa melepas kuncian, dan langsung
menggunakannya untuk membelenggu kedua pergelangan si bodyguard.
“Amry
ini kalah taruhan denganku,” kata Ryoko yang kemudian duduk di atas tubuh si
bodyguard yang bernama Amry itu. “Tadi pagi dia ngaku bisa ngalahin aku di
ring. Yaudah, kita taruhan. Kalau dia benar bisa bikin aku KO atau nyerah di
atas ring, dia boleh merkosa aku, hihihi… Kalau nggak terserah aku mau ngapain
dia. Mau ikutan ngerjain dia gak?”
“Ayo,”
Nisa tersenyum dan setuju. “Mau diapain?”
“Di
situ ada pelumas. Bawain ke sini,” kata Ryoko sambil menunjuk ke satu tas di
dekat ring. Nisa mengambil botol pelumas. Sambil terus menduduki Amry yang
berposisi menungging, Ryoko melumuri tangannya dengan pelumas, lalu dia berubah
posisi sehingga duduk mengangkang di atas pantat Amry, menghadap ke belakang.
Ryoko lalu meminta Nisa juga melumuri tangan dengan pelumas.
“Kita
‘petik mangga’ dia,” kata Ryoko. Nisa awalnya tak ngerti apa yang dimaksud,
tapi dia langsung paham begitu Ryoko mencontohkan. Ryoko memelorotkan celana
pendek dan celana dalam Amry, lalu tangannya menjalar ke selangkangan Amry.
Tangannya mengelus-elus kejantanan Amry sambil sekali-sekali juga memijat
pantat. Nisa ikutan dengan memain-mainkan dua bola dalam kantung pelir Amry.
“Kamu
tau kapan laki-laki pasti cuekin ceweknya, Irina?” kata Ryoko.
“Kalau
sudah bosan?” Nisa menanggapi.
Ryoko
menunjuk ke lubang anus Amry. Nisa berinsiatif menggoda si bodygoard dengan
mengelus dan kemudian menjilat bagian luar lubang itu, membuat Amry mendesah
kaget sekaligus keenakan.
“Banyak
cowok suka dimainin itunya, tapi kebanyakan cewek jijik,” celetuk Ryoko.
“Padahal… tuh lihat… ngacengnya tambah keras kan?” Memang, batang Amry tambah
keras, menggantung ke bawah.
“Kamu
suka kan dimain-mainin bo’olnya? Ngaku aja… Nih kontol kamu jadi keras gini!”
kata Ryoko menantang Amry. Amry tak menjawab. Ryoko iseng mencolokkan jari
tengahnya ke lubang pantat Amry dan laki-laki itu keenakan.
“Laki-laki
cuma pengen sampai CROT aja, habis itu pasti ceweknya dicuekin,” Ryoko
melanjutkan. “Puas, tinggalin. Semua cowok gitu. Makanya, kita pikir
sebaliknya. Supaya cowok gak ke mana-mana… bikin dia mau crot,” Ryoko dan Nisa
makin gencar mengocok ereksi Amry, “habis itu…”
Kemudian
Ryoko berhenti, dan menjauhkan tangan Nisa.
“Kita
LARANG dia crot.”
Amry
terdengar menggumam mengeluh.
“Kamu
tau? Laki-laki jadi lebih perhatian ke perempuan sebelum dia crot, karena ada
maunya. Jadi supaya dia terus perhatiin kita… jangan kasih apa yang dia mau,
tapi GODA terus. Kalau sudah gitu, dia bakal berbuat apa aja asal kita bolehin
dia crot,” kata Ryoko.
“Kita
kendaliin ini…” Ryoko menggenggam kemaluan Amry yang mau melemas, tapi langsung
dibangunkan lagi dengan beberapa kocokan, “…dia jadi budak kita.”
Ryoko
lalu menyuruh Amry berdiri dan keluar ring. Ketiganya pindah ke kamar lain,
satu kamar tidur. Amry menurut seolah budak kepada Ryoko. Dia tak melawan
ketika dia disuruh duduk di satu kursi dan tangannya diborgol di belakang
kursi.
Nisa
mengerutkan alis melihat Ryoko sudah membawa sesuatu. Tali seperti tali sepatu.
Ryoko lalu melilitkan tali itu sekeliling pangkal kemaluan dan kantong pelir
Amry. Di bagian atas dia mengetatkan tali sepatu itu lalu melilitkannya lagi ke
bawah, ke pertemuan batang dan kantong. Lalu sekali lagi mengelilingi pangkal
kantong pelir. Terakhir Ryoko menyimpul tali itu di atas pangkal penis Amry.
Amry
terlihat meringis. Bukan kesakitan tapi pasrah. Ereksinya tadi sedikit melemah.
Ryoko menyuruh Nisa mengocokinya. Tanpa pelumas, Nisa mengelus-elus lembut
batang itu, yang langsung menegang. Selagi penis Amry tegak, ikatannya juga
terasa makin erat. Amry melihat ke bawah dengan tak berdaya, memperhatikan
pelacur bosnya terus membelai-belai dan kemudian mengoral kemaluannya.
Lima
menit berlalu. Amry mengeluh. “Uhh… Kok gak keluar… pengen…”
“Kenapa,
nggak bisa crot yaa? Duh kasihaaan…” ejek Ryoko yang ikut-ikutan menggoda Amry
dengan mengelus-elus dada Amry. Kemaluan yang terikat itu disiksa dengan
berbagai cara oleh kedua wanita penggoda. Dikelitiki, dicubit-cubit, dijilat
kanan kiri, dihisap. Amry belingsatan dan mengerang-erang tapi tak kunjung
dapat kepuasan karena semburan orgasmenya terhambat di cekikan tali.
“Kamu
pengen apa Amry?” tanya Ryoko.
“Pengen…
crot…” pinta Amry lemah.
“Enak
aja,” Ryoko menampik. “Dilarang crot sebelum kamu bikin aku dan Irina puas!”
Amry
mengangguk-angguk, dia tak punya pilihan selain memuaskan nafsu majikannya.
Ryoko terus menyiksa Amry dengan merangsang puting Amry. “Kalau enak, ayo mendesah!”
“Annhhh…
aahhg!” Amry menggeliat-geliat keenakan. Tiba-tiba bibirnya dibekap bibir
Ryoko. Sementara Nisa terus mengocoknya.
“Berdiri
dari kursi,” perintah Ryoko. Amry berdiri. Ryoko duduk di kursi lain, sebuah
sofa. “Berlutut!” perintah selanjutnya. Si bodyguard yang sudah jadi budak itu
pun menurut, berlutut di depan Ryoko. Ryoko pun membuka seluruh pakaiannya.
“Buka baju juga, Irina,” katanya ke Nisa yang sekarang tidak sedang melakukan
apa-apa.
“Isep
pentilku,” perintah Ryoko. Amry langsung melakukan apa yang disuruh, mencumbu
dan memain-mainkan puting payudara kiri Ryoko dengan bibir dan lidahnya. Ryoko
lalu memanggil Nisa mendekat. “Kamu juga, Irina,” perintahnya. Jadilah Nisa
ikutan. Ryoko keenakan kedua payudaranya diisap. Seolah ibu yang punya bayi
kembar beda jenis kelamin. Rintih nikmat Ryoko membuat kedua “anak” tahu bahwa
si germo sedang penuh gairah. Selagi mengenyot pentil Ryoko, Amry juga meremas
lembut dan memijat payudara Ryoko. Nisa merasakan geliat paha Ryoko di dekat
tubuhnya, pertanda sesuatu sedang membara di selangkangan Ryoko. Dan ketika
menoleh ke arah sana tampaklah aliran di antara kedua paha putih itu. Kepala
Amry ditekan turun sehingga kini dia menjilati perut, dan turun lagi…
“Bikin
aku puas.”
Amry
pun menyurukkan kepalanya di antara sepasang paha Ryoko. Lidahnya mulai
menjelajahi daerah intim Ryoko, menggoda klitoris Ryoko yang membesar
terangsang.
“Oh,
yess…” desis Ryoko. Dia menyorongkan selangkangannya ke mulut Amry, tangannya
mencengkeram kepala Amry selagi dia menggeliat. “Terusin… “ Lalu dia menyentuh
dagu Nisa dan menarik wajah Nisa mendekat. Nisa kaget ketika Ryoko menciumnya
mesra.
Amry
terus merasakan daging kewanitaan Ryoko. Ryoko meminta Nisa mengangkang
menghadapnya di pangkuannya. Amry jadinya disuguhi selangkangan Nisa juga, dan
Ryoko memerintahkan dia menyervis Nisa. Lidah Amry ganti menyentuh
bagian-bagian pembangkit gairah Nisa dan bibirnya menyedot itil Nisa. Nisa
merintih keenakan menanggapinya. Amry menjilati naik turun kemaluan Nisa,
berlama-lama di klitoris Nisa. Sementara tugas merangsang Ryoko dialihkan ke
jarinya yang mulai keluar masuk merangsang di sana. Ryoko pun membalas
perlakuan Nisa tadi dengan ganti menciumi dan mengisap payudara Nisa.
Dan,
sewaktu Ryoko mengerang, “Ahh fuck me,” Amry tahu majikannya sudah tak tahan
dan ingin merasakan batang keras dalam vagina. Tapi dia akan memberi kenikmatan
pertama dulu. Jari-jarinya makin gencar merangsang Ryoko, yang membalas dengan
menggoyang selangkangannya, sambil merintih lirih. Tiba-tiba orgasme datang.
Tubuh Ryoko menegang, lalu mengejang disertai lolongan panjang. Tapi Amry tidak
berhenti… malah dia teruskan menjilati dan menggodai kemaluan Ryoko. Tak lama
kemudian, orgasme terjadi lagi, sekujur tubuh Ryoko bergetar keenakan.
Ryoko
memejamkan mata dalam keadaan dilanda kenikmatan, terengah-engah. Tangannya
menjulur dan menggenggam penis Amry yang terus tegang. “Kamu pengen crot?”
tanyanya.
“Iya,
Non Ryoko,” kata Amry.
“Belum
boleh sampai Irina
puas juga,” kata Ryoko, “Dua kali.”
Nisa
memperhatikan penis Amry, urat-uratnya menonjol. Ryoko menyuruhnya duduk di
pangkuan Amry. Bukan cuma duduk tentunya. Nisa membuka kemaluannya untuk
kejantanan Amry, mengangkang dan berposisi berhadapan dengan Amry. Keduanya
mengerang selagi Nisa menurunkan tubuhnya sepanjang penis Amry. Dia sendiri
sudah basah. Jepitan vagina Nisa membuat Amry terengah keenakan, tapi dia ingat
apa yang harus dia lakukan, dan Amry mulai menggenjot Nisa dengan kuat. Nisa
membalas tiap tusukan, mengulek kemaluan Amry dalam dirinya, menggesek-gesekkan
klitorisnya. Amry diperlakukan seperti mesin pemuas wanita. Nisa merangkul Amry
dengan lengan dan bahunya selagi orgasme pertama melanda.
“Stop,”
perintah Ryoko. Amry berhenti bergerak, Nisa ambruk memeluknya.
“Kamu
mau crot, Amry?” kata Ryoko.
“Iya…”
kata Amry lemah, tak bisa ejakulasi karena penisnya masih diikat.
“Silakan…”
Ryoko melepas ikatan di seputar kejantanan Amry. Nisa tahu Amry tak akan tahan
lama dan bakal menyemprotkan simpanan spermanya di dalam. Amry tidak pakai
kondom. Tapi Nisa sudah mengamankan diri sejak pertama ditugasi menyamar dengan
suntik KB.
Amry
kembali mengentot kemaluan Nisa yang basah, berusaha memuaskan diri dengan
meraih orgasme yang dari tadi tak bisa dilakukannya.
Ryoko
mendekati mereka berdua, lalu berkata, “Ayo crot di dalam lonteku ini, Amry…
Kasih dia peju kamu sebanyak-banyaknya!”
Kata-katanya
mendorong Amry. Semburan air maninya sekaligus mengaktifkan semburan kenikmatan
dalam otaknya, dan memenuhi ruang kewanitaan Nisa dengan sperma. Nisa menjerit
lemah selagi kemaluannya dibanjiri peju, karena terlanda orgasme lagi.
Nisa
begitu menikmati hiburan ringan yang diberikan Ryoko ke padanya.
*****
BERSAMBUNG
*****
0 komentar:
Posting Komentar