TETANGGA CANTIK
SINOPSIS
Restian penasaran dengan tetangganya, Kamalia, seorang
perempuan muda yang selalu tampil seksi. Sementara istrinya, Leily, curiga.
DISCLAIMER
*
Cerita ini adalah fiksi dan berisi adegan-adegan yang tidak pantas dibaca
mereka yang belum dewasa, jadi jika pembaca masih belum dewasa, harap tidak
melanjutkan membaca. Penulis sudah mengingatkan, selanjutnya adalah
tanggungjawab pembaca.
*
Semua tokoh dalam cerita ini adalah fiktif. Kemiripan nama tokoh, tempat,
lembaga dan lain-lain hanyalah kebetulan belaka dan bukan kesengajaan.
*
Sebagian tokoh dalam cerita ini digambarkan memiliki latar belakang (profesi,
kelas sosial, suku dll.) tertentu. Tindakan mereka dalam cerita ini adalah
fiksi dan belum tentu menggambarkan orang-orang berlatar belakang serupa di
dunia nyata.
*Pemerkosaan,
pelecehan seksual, KDRT, dan trafiking di dunia nyata adalah kejahatan dan
penulis menentang semua itu. Penulis
harap pembaca cukup bijak untuk dapat membedakan dunia nyata dan khayalan.
*
Penulis tidak memperoleh keuntungan uang apapun dari cerita ini dan tidak
memaksudkan cerita ini dijadikan sumber pendapatan bagi siapapun.
Bagian antologi “Cerita Seks di Perumahan” KBB. Terima kasih buat Pimp Lord
dan Askin D’Pujangga atas diskusinya.
Ada
komentar? Ide cerita? Mau diposting di situs anda? Silakan kontak penulis di ninjaxgaijinATyahoo
dot com. Selamat membaca.
Tetangga
Cantik
Ninja Gaijin
Pagi itu ketika mencuci mobil di garasi, Restian kembali
berkesempatan mengamati tetangganya yang baru turun dari taksi.
“Selamat pagi Mas Restian,” sapa tetangganya itu, seorang
perempuan cantik berumur 20-an akhir.
“Pagi Mbak Kamalia,” Restian menyapa balik sambil
cengar-cengir. Kamalia balas tersenyum hangat, melambaikan tangan.
“Eh Mbak, belum dibayar,” seru sopir taksi. Kamalia
berbalik badan. “Pak, bisa ikut saya dulu ke dalam? Saya mau ambil uangnya dulu
di dalam rumah.”
Semua itu tak lepas dari perhatian Restian, yang mencoba
menebak tetangganya itu baru dari mana. Kamalia mengenakan tube top putih dan
kardigan jeans pendek, celana capri tiga perempat, sepatu hak tinggi, dan
membawa tas tangan putih. Rambutnya yang dicat kemerahan dan bergelombang
digerai. Rias wajahnya sederhana, hanya bedak tipis dan lipstik merah muda. Dan
yang paling menonjol, dadanya yang membusung di balik bajunya. Dia masuk ke
rumahnya diikuti si sopir taksi, lalu menutup pintu.
Kamalia |
Ketika keduanya hilang dari pandangan, Restian kembali
meneruskan mencuci mobil, tapi taksi itu masih ada di depan rumah tetangganya.
Lima menit kemudian pintu rumah Kamalia terbuka, dan si sopir berjalan keluar.
Terhuyung. Nyengir.
“Sudah cukup ya Pak,” di belakangnya Kamalia berseru.
Ketika Restian menengok, dilihatnya Kamalia sudah melepas cardigan sehingga
bahunya yang berkulit mulus terlihat. Dan bibirnya tak lagi tersaput warna
merah muda. Kamalia memandangi si sopir yang masuk kembali ke taksinya dan
menjalankan taksi itu.
“Baru pulang Mbak?” Restian kembali berbasa-basi sesudah si sopir pergi.
“Iya nih,” jawab Kamalia. “Aku masuk dulu ya Mas....” Kamalia pun berbalik lagi dan masuk rumahnya. Restian merasa telinganya dijewer.
“Baru pulang Mbak?” Restian kembali berbasa-basi sesudah si sopir pergi.
“Iya nih,” jawab Kamalia. “Aku masuk dulu ya Mas....” Kamalia pun berbalik lagi dan masuk rumahnya. Restian merasa telinganya dijewer.
“Ehh?”
“Hayo! Lagi ngelihatin tetangga sebelah ya!?” Yang
menjewer Restian adalah istrinya, Leily. Pagi itu Leily sudah siap berangkat
kerja. Restian tidak bisa tidak membandingkan kedua perempuan yang dia lihat
pagi itu. Sementara pakaian Kamalia tadi ketat memeluk lekuk tubuh, Leily
tampak formal dengan blazer dan celana panjang longgar hitam.
“Kamu tau nggak, dia itu tadi malam berangkat ke luar,” kata Leily sambil melempar pandangan ke arah rumah sebelah, “Waktu aku pulang kantor kemarin, dia baru pergi, naik taksi. Rupanya baru pulang pagi dia. Dandannya kemarin malam lebih heboh daripada sekarang. Heran, ngapain ya dia semalaman? Dugem? Ck...” Leily mencibir.
“Kamu tau nggak, dia itu tadi malam berangkat ke luar,” kata Leily sambil melempar pandangan ke arah rumah sebelah, “Waktu aku pulang kantor kemarin, dia baru pergi, naik taksi. Rupanya baru pulang pagi dia. Dandannya kemarin malam lebih heboh daripada sekarang. Heran, ngapain ya dia semalaman? Dugem? Ck...” Leily mencibir.
“Nggak tahu ya...” Restian tak menjawab serius,
khayalannya membayangkan apa yang kira-kira terjadi dalam lima menit di rumah
tetangganya. Sesuatu yang membuat si sopir taksi nyengir puas dan lipstik
Kamalia terhapus...
“Udah belum nyuci mobilnya? Aku mau berangkat nih, Mas,”
pertanyaan Leily menghentikan khayalan Restian.
“Eh, iya, ya. Sebentar lagi,” kata Restian. “Aku hari ini
nggak ke mana-mana, mau ngerjain proyek yang minggu lalu.” Leily wanita karier,
sementara Restian yang tadinya manajer menengah di satu perusahaan berhenti
kerja ketika perusahaannya gulung tikar, kemudian menjadi pebisnis travel yang
bekerja di rumah, memanfaatkan jejaring klien perusahaan lamanya. Dengan
demikian mereka berdua masih bisa melanjutkan cicilan rumah mereka di perumahan
Citra Kencana, juga hidup nyaman tanpa khawatir soal keuangan. Mereka belum
dikaruniai anak sesudah lima tahunan menikah. Restian berumur 35 tahun dan
Leily lima tahun lebih muda.
Sekitar setahun sebelumnya, tanah kosong di sebelah rumah
mereka dibangun, dan setelah jadi, rumah di sana diisi penghuni baru yang
tinggal sendirian, perempuan muda bernama Kamalia. Kamalia langsung jadi bahan
gosip di antara para tetangga karena tinggal sendirian, dan terbiasa
berpenampilan cantik. Dia tidak banyak bergaul dengan tetangga, tapi karena
sering di rumah, cukup banyak tetangga yang mengamatinya. Dan yang paling
sering melihatnya adalah Restian, yang garasi rumahnya bersandingan dengan
carport rumah Kamalia. Kebetulan konsep perumahan Citra Kencana adalah cluster
tertutup tanpa pagar antar rumah.
=====
Menjelang malam terjadi ribut-ribut di depan rumah
Restian. Bunyi klakson mobilnya berkali-kali terdengar. Restian keluar dan
melihat mobil mewah warna hitam melintang di depan rumah Kamalia, ujungnya
menghalangi jalan masuk garasi, padahal Leily yang mengendarai mobil mau masuk.
“Mas! Kasih tau tetangga sebelah mobilnya ngehalangin!”
teriak Leily. Mukanya kelihatan kesal. Restian mendekati mobil mewah itu.
Mesinnya mati, kacanya tertutup dan tak ada pengemudi di dalamnya. Restian lalu
menuju ke pintu rumah Kamalia. Tertutup. Dia mengetok pintu.
“Mbak Kamalia? Mbak? Bisa geser mobilnya?”
Tetangganya itu keluar tak lama kemudian, dengan
penampilan yang membuat Restian terpana. Senyum manis tersungging di bibir
merah menyala, wajah dan rambutnya dirias seakan-akan dia seorang model. Gaun
merah yang cantik, dan sepatu hak tinggi. Bentuk tubuhnya menantang untuk
dijamah.
Di belakangnya muncul seorang laki-laki pendek berwajah
jelek yang cengengesan, dan langsung berlari melewati mereka menuju mobil.
Sambil lewat dia minta maaf kepada Restian, “Maaf Pak, saya parkirnya kelewat
maju. Sebentar lagi Mbak Kamalia pergi kok. Tenang aja.”
Dengan gesit si pendek masuk ke mobil, cuek dengan Leily
yang terus mengklakson, lalu dia menyalakan mesin dan mundur sehingga tidak
lagi menghalangi jalan masuk. Kamalia mengunci pintu rumahnya lalu berjalan
melewati Restian. “Saya pergi dulu ya Mas Restian...” ucapnya. Selagi lewat,
tercium aroma parfum mahal. Kamalia masuk ke mobil mewah itu, yang langsung
pergi, sementara Leily sudah menghentikan mobil di dalam garasi.
“Mau ke mana dia,
malam-malam pergi sambil dandan kayak perempuan nakal begitu ya?” Leily
langsung mengoceh begitu dia keluar dari mobil. Wajahnya kusut. Restian tahu
karena Leily pasti habis berjuang menembus kemacetan. Leily mengunci mobil,
membanting pintunya, lalu masuk rumah. Restian menyusul.
Kekesalan Leily masih berlanjut ketika makan malam
bersama Restian.
“Kamu tau enggak, grup chat warga di sini mulai
ngegosipin tetangga sebelah kita,” kata Leily sambil mengunyah.
“Apa katanya?” kata Restian. “Aku nggak ikutan grup itu.”
“Katanya si Kamalia itu istri simpanan,” Leily
melanjutkan. “Yang bilang Bu Imelda, tetangga ujung jalan. Dia udah dua kali
lihat ada bapak-bapak perlente datang ke sana naik mobil mewah.”
“Aku nggak perhatikan,” kata Restian lagi. “Tapi
kadang-kadang memang ada tamu di rumah sebelah sih. Cuma nggak kulihat siapa
orangnya.”
“Ada juga yang komplain, katanya dia sering pakai baju
seksi di rumah terus nampang di teras atau di balkon,” Leily menyebut nama
orang yang mengeluh, tetangga lain lagi yang memang aktif di kegiatan rohani.
“Kok malah nyengir Mas. Buat laki-laki yang seperti itu nggak masalah ya?”
Tersengat sindiran, Restian nyaris tersedak makanan.
“Ehh, emmm....” sesudah kalang kabut, dia lalu menawarkan, “Apa mesti kita
tegur? Atau dibilangin lewat Pak RT?”
Leily melengos. “Awas saja kalau dia sampai keterlaluan.
Ibu-ibu sih pada bilang nggak mau kalau ada cewek nggak benar di kompleks kita.”
=====
Meski kesal, Leily ternyata sedang bergairah, jadi tak
lama sesudah makan, dia mengajak bercinta suaminya. Restian meladeni. Tak lama
kemudian keduanya sudah bugil di ranjang. Sambil berciuman, Restian merangsang
kemaluan istrinya dengan jari, membuat Leily mendesah-desah keenakan. Restian
sendiri sudah terangsang sejak tadi...
“Hm? Kok keras banget inii?” tanya Leily ketika dia
memegang kejantanan suaminya. Restian nyengir.
“Kamu ngebayangin apa Mas... Apa kamu ngebayangin
Kamalia?” sindir Leily.
“Eng... enggak kok. Ini karena kamu kok, sayang,” Restian
berkelit. Tapi sebenarnya tuduhan Leily tepat sasaran. Malam itu Restian memang
terangsang berat sesudah melihat Kamalia. Sementara Leily sendiri bermaksud
menghapus kekesalannya dengan seks. Makanya dia jadi lebih dominan,
berinisiatif dalam posisi woman on top, memasukkan penis suaminya ke vaginanya
yang lapar, bergerak liar memuaskan nafsu. Dia melonjak-lonjak di batang
Restian yang kaku.
Tapi apa sebenarnya yang ada di pikiran Restian? Ternyata
ketika dia mencengkeram pinggul istrinya dan menerima ciuman istrinya, dia
memejamkan mata, dan membayangkan perempuan lain. Kamalia... tetangganya yang
berpenampilan seperti model itu, dibayangkannya sedang bergoyang di atas
tubuhnya.
Tiba-tiba Leily berhenti bergerak, kepalanya mendongak,
lalu menjerit keenakan. Vaginanya berkedut-kedut, dia klimaks.
“Aahhhngghh!! Ahh ahh ahh.... ah enak sayang...” seru
Leily. “Kamu belum ya...?”
Restian tidak menjawab, khayalannya sibuk membayangkan
Kamalia, membuatnya tak tahan... dan lepaslah benihnya menyembur di dalam
kemaluan istrinya.
Leily turun dari atas tubuh Restian, lalu tiduran di
sebelahnya. Restian melihat dari dekat wajah istrinya, polos tanpa riasan,
tersenyum kecil, puas karena orgasme tadi. Tapi sedetik kemudian mulut tajam
Leily beraksi lagi.
“Aku penasaran, ke mana perginya si Kamalia. Apa mungkin
ketemuan sama yang nyimpan dia, ya?”
Restian malas menanggapinya. “Sayang, tidur aja yuk,
nggak usah ngurusin orang lain....”
=====
Sekitar tiga jam kemudian, Restian terbangun gara-gara
ponselnya berbunyi. Seorang pelanggannya menelepon malam-malam, minta dibelikan
tiket untuk penerbangan pagi besoknya. Restian mengurus pelanggannya itu dulu,
keluar kamar dan pergi ke ruang kerjanya di lantai atas rumah. Dia menyalakan
komputer dan mengurus pesanan si pelanggan. Beres.
Restian merasa tidak ingin langsung tidur lagi. Jadilah
dia terus di depan komputernya, membuka internet karena iseng, membaca-baca
cerita seru. Lalu terdengar bunyi dari arah depan rumahnya. Bunyi mobil
berhenti, lalu pintu mobil dibuka. Lalu ketuk-ketuk hak sepatu.
Rumah Restian berlantai dua, kamar samping di lantai atas
yang menjadi ruang kerja berdekatan dengan lahan sebelah yang kemudian jadi
rumah Kamalia. Kamar itu berjendela yang menghadap ke rumah sebelah. Ketika
rumah Kamalia dibangun, tanpa sengaja jendela kamar kerja Restian itu jadi
sejajar dengan satu jendela di rumah Kamalia.
“Dia pulang...” kata Restian ke dirinya sendiri,
mengintip dari celah tirai, melihat tetangga cantiknya melintas carport lalu
masuk rumah. Beberapa menit kemudian, jendela yang pas berseberangan dengan
jendela ruang kerjanya jadi terang. Dan... tirainya terbuka!
Dari balik tirai Restian bisa melihat pemandangan melalui
jendela tetangganya. Jaraknya tak seberapa jauh. Restian bisa melihat isi kamar
itu... rupanya kamar tidur Kamalia. Tetangganya itu masuk kamar, masih dengan
penampilan seperti tadi, rambutnya yang dicat merah serasi dengan gaunnya yang
juga merah. Kamalia menengok ke arah rumah Restian, tak menunjukkan bahwa dia
sadar ada orang di balik jendela Restian yang tertutup tirai.
Kamalia menaruh tasnya dan mulai membuka pakaiannya. Dia
berdiri membelakangi jendela sambil menghadap cermin rias, pelan-pelan melepas
gaun merahnya. Restian melihat, ternyata di punggung bawah Kamalia, tepat di
atas pantatnya, ada tato. Tulisan sesuatu. Tidak terbaca karena jauh. Nama
seseorang-kah?
Sambil menonton tetangganya yang sekarang hanya memakai
bra dan celana dalam merah, tanpa sadar Restian mengelus-elus penisnya yang
ereksi lagi. Lalu Kamalia membuka bra. Dia berputar sedikit, sehingga Restian
mendapat pemandangan samping. Payudara Kamalia lumayan besar, lebih besar
daripada milik istrinya. Kamalia
kemudian berbalik lagi, kembali membelakangi jendela, menunduk sedikit
dan memelorotkan celana dalamnya sepanjang paha dan betis. Pinggulnya
bergoyang-goyang selagi Kamalia mengangkat kaki kanan lalu kiri untuk melepas
celana dalamnya. Restian jadi berpikir jorok: bagaimana rasanya kalau Kamalia
dimasuki dalam posisi seperti itu? Dia membayangkan sepasang payudara Kamalia
bergoyang-goyang selagi dia menyetubuhi tetangganya itu dalam posisi doggy
style, di depan cermin rias.
Kamalia sudah telanjang, lalu berputar-putar di depan
cermin, mematut-matut tubuhnya. Restian memelorotkan celananya sendiri dan
mengocoki kemaluannya, menahan nafas selagi dia melihat Kamalia memain-mainkan
puting payudaranya sendiri, sampai keduanya menonjol. Kamalia lalu memegang
bagian bawah salah satu payudaranya, mendorongnya ke atas, menundukkan kepala,
dan menjilat putingnya sendiri. Lalu dia lakukan dengan payudara sebelahnya.
Restian berkhayal dia ada di depan Kamalia, batangnya dijepit kedua payudara
besar itu sambil ujungnya dijilat-jilat Kamalia.
Tetangga cantik itu lalu duduk di ujung ranjang, masih
menghadap cermin, dan mengangkang sehingga kemaluannya terlihat di cermin. Dari
posisi mengintipnya Restian bisa melihat pantulan cermin itu. Rambut kemaluan
Kamalia tercukur bersih, sehingga tak ada yang menghalangi pemandangan.
Kemudian Kamalia menjulurkan jarinya ke kemaluannya; kukunya yang bercat merah
lenyap selagi ujung jarinya masuk ke dalam vaginanya sendiri, kemudian keluar
lagi dan mengelus-elus bagian atas bibir vaginanya—lokasi klitoris—dengan
gerakan memutar.
Restian membayangkan Kamalia mengerang dan merintih
keenakan, karena dia melihat ekspresi wajah tetangganya yang seperti mulai
merasakan nikmat. Dia sendiri makin gencar merangsang penisnya, mengkhayalkan
senjatanya itu sedang keluar masuk dalam vagina Kamalia yang basah. Kamalia
bermasturbasi dengan satu jari menggoda klitoris dan satu jari mencolok vagina,
makin lama makin cepat geraknya, sambil menjilat bibirnya yang sensual.
Restian mulai merasakan ketegangan di selangkangannya,
senjatanya akan segera menembak. Di seberang, Kamalia terlihat membuka lebar
mulutnya, lalu tiba-tiba ambruk telentang ke kasurnya, tubuhnya kejang. Dia
orgasme. Restian pun tak tahan, dalam khayalannya dialah yang membuat Kamalia
menggelinjang keenakan. Dia meringis, merasakan penisnya ejakulasi, dan
tangannya dialiri cairan hangat.
Ejakulasi itu memutus khayalan Restian. Buru-buru dia
menyambar tisu dan menyeka tangannya serta sedikit tumpahan maninya di lantai.
Ketika dia selesai, kembali diintipnya jendela seberang. Tapi rupanya Kamalia
sudah menutup tirai. Restian buru-buru kembali ke tempat tidurnya sendiri,
berbaring tanpa membangunkan Leily di sebelahnya.
=====
Ketika sarapan pagi, Leily kembali menyajikan gosip
terbaru yang sebenarnya Restian malas dengar.
“Jangan-jangan tetangga sebelah itu cewek panggilan,”
Leily berspekulasi. Rupanya kemarin malam dia sempat melaporkan ke grup chat
bahwa dia melihat Kamalia pergi keluar, malam-malam, berdandan seksi dan menor,
dijemput mobil. Ibu-ibu teman chatnya langsung menawarkan teori macam-macam.
Salah satunya, bahwa mungkin Kamalia keluar karena dibooking.
“Apa iya cewek panggilan bisa punya rumah sendiri di
perumahan kita ini?” Restian menimpali. Dia tidak akan cerita kejadian malam
sebelumnya kepada Leily.
“Barangkali dia bayarannya mahal?” spekulasi Leily
berlanjut. “Sudah ya, aku mau jalan dulu. Selamat pagi sayang,” dia mengecup
kening Restian, lalu keduanya bangkit dan bergerak ke arah luar rumah.
“Jangan nakal ya di rumah,” kata Leily selagi dia membuka
pintu mobil lalu duduk di depan setir dan menyalakan mesin. Dengan
penampilannya yang biasa, gaya kantoran yang konservatif. Restian melambaikan
tangan selagi mobil yang dibawa istrinya bergerak meninggalkan rumah. Sesudah
mobil itu menghilang di belokan, Restian menghela nafas di depan rumahnya. Baru
saja dia mau masuk lagi ke rumahnya....
“Mas Restian? Selamat pagi...”
Dari samping terdengar suara merdu seorang perempuan.
Restian menoleh dan Kamalia ada di sana. Sepertinya tetangganya itu hendak
pergi keluar karena biarpun hari masih pagi, Kamalia sudah berdandan cantik.
Rambut merahnya yang biasa digerai kini dikonde kecil di atas belakang kepala.
Wajahnya terlihat mulus meski Restian tahu Kamalia membubuhkan bedak cukup
tebal. Lipstik merah Kamalia selaras dengan blus satin merah bermotif oriental
yang dipakainya, longgar dan berlengan panjang namun tetap menawan. Bawahannya
celana jeans hitam ketat dan sandal hak.
Restian bertanya-tanya, yang mana yang benar di antara
berbagai gosip miring mengenai tetangganya. Cewek panggilan? Istri simpanan?
Tidak ada asap kalau tidak ada api. Dan asapnya jelas penampilan seksi Kamalia.
Tapi Restian jadi tak bisa tidak membandingkan Kamalia
dengan istrinya. Dia tahu Kamalia selalu tampil dengan rias wajah; sementara
Leily berdandan tipis kalau mau berangkat ke kantor, dan hampir tidak pernah
berdandan di rumah. Baju-baju Kamalia juga seksi dan mencolok, sementara gaya
berpakaian Leily konservatif. Sebenarnya beberapa tahun lalu, ketika masih
berpacaran dengan Restian, Leily lebih memperhatikan penampilan. Maklum waktu
itu Leily jadi frontliner di pekerjaannya, sehingga dia dituntut berpenampilan
cantik. Memang itu juga penyebab Restian mengenal
Leily: ketika perusahaannya bekerja sama dengan perusahaan tempat kerja Leily,
keduanya jadi sering bertemu, dan Restian kepincut dengan Leily yang ditugasi
mengurus proyeknya. Tapi seiring waktu, karier Leily naik sehingga dia tak lagi
jadi frontliner. Dia mulai menyederhanakan penampilannya, mengganti gaya
berpakaiannya jadi lebih konservatif dan tertutup, dan lebih jarang merias diri
meski Restian selalu menyediakan anggaran untuk belanja alat kecantikan.
Makanya ketika bertemu Kamalia sekarang, Restian seperti mengingat Leily yang
dulu.
Leily |
“Mas Restian?” seruan Kamalia membuyarkan lamunan Restian.
“Apa? Oh, eh, iya. Ada apa Mbak Kamalia?”
“Saya boleh minta bantuannya nggak?” pinta Kamalia.
Restian tersenyum.
“Boleh, perlu bantuan apa?” balas Restian riang.
“Mas Restian ada printer? Saya perlu nge-print sesuatu,
soalnya tinta printer saya sendiri habis, padahal sudah mesti berangkat nih.”
“Oh, ada. Ke rumah saya saja, yuk,” ajak Restian.
Kamalia mengikuti Restian ke rumahnya. Restian deg-degan;
tetangga cantiknya untuk pertama kali akan bertamu ke rumahnya. Restian
mempersilakan Kamalia masuk, lalu langsung mengajaknya ke ruang kerja di lantai
atas. Kamalia mengikutinya ke atas. Restian menyalakan komputer, dan
mempersilakan Kamalia memakai komputernya. Kamalia memasang flash disk, dan
membuka file yang mau diprint. Ternyata...
“Tugas kuliah?” celetuk Restian. Kamalia menjelaskan, dia
sedang kuliah S2. Dia menyebut nama satu universitas swasta. Restian tahu
reputasi universitas yang disebut itu; peserta akademisnya sebagian besar
perempuan, dan terkenal cantik-cantik, tapi konon pergaulan di sana cenderung
hedonis. Tak lama kemudian tugas kuliah Kamalia selesai diprint.
Restian berusaha keras untuk tidak macam-macam dengan
Kamalia. Bagaimana tidak, cewek yang kemarin malam jadi objek fantasinya
sekarang malah ada dalam rumahnya! Apalagi, Kamalia berada di ruang tempat dia
masturbasi semalam—untung saja tirai jendelanya masih tertutup sehingga Kamalia
tidak sadar bahwa dari jendela itu Restian bisa mengintip. Sesudah selesai,
Kamalia lalu bilang dia harus berangkat dan sudah menelepon taksi. Restian
mengantarnya turun dan keluar, dan tepat ketika keluar, taksi yang dipanggil
Kamalia sudah ada di depan rumahnya.
“Saya berangkat dulu ya. Makasih banyak Mas Restian...”
Kamalia mengedip genit selagi dia meninggalkan rumah Restian. Restian melongo.
Selagi taksi Kamalia pergi, dia menyadari bahwa sedari tadi dia ereksi. Dan
wangi tubuh Kamalia terasa bertahan lama di hidungnya.
=====
“Wah, ada apa nih?” Restian membuka pintu rumahnya dan
mendapati Kamalia ada di baliknya. Saat itu sore, menjelang terbenam matahari.
“Makasih buat yang tadi pagi ya Mas. Ini ada oleh-oleh,”
Kamalia menyodorkan kantong plastik yang diterima Restian. Bajunya tidak
berubah dari pagi, tapi dia tetap tampak cantik dan segar. Dan masih wangi.
“Baru pulang kuliah ya? Nggak apa-apa, namanya tetangga
mesti saling bantu kan, kalau besok-besok perlu apa-apa, jangan sungkan,” kata
Restian. Kamalia tersenyum manis, kembali memicu gairah di tubuh Restian, lalu
berbalik dan pergi. Pas pada saat yang sama, mobil Leily meluncur ke garasi.
Restian melihat isi kantong plastik itu. Kantong kertas
dari kedai donat.
Leily keluar mobil dan melihat Kamalia yang masuk ke
rumahnya sendiri. Lalu dia melihat Restian yang memegang kantong plastik.
“Itu dari dia?” tanya Leily, menunjuk kantong plastik.
Restian mengangguk.
Sesudah makan malam, Restian mencomot satu donat dari
dalam kantong itu dan memakannya. Leily penasaran.
“Buat apa dia ngasih donat?” tanya Leily.
“Tadi pagi dia minta tolong, mau pakai printerku.
Printernya kehabisan tinta,” jawab Restian.
“Terus dia ke sini?” Leily kelihatan kurang senang.
“Masuk rumah kita?”
“Iyalah, kan printernya ada di atas,” sambung Restian.
“Ngapain dia perlu printer?”
“Ngeprint tugas kuliah.”
“Oo... Dia masih kuliah?”
“Iya. Lagi S2 di Sekolah Tinggi L katanya.”
“Kuliah di situ? Ooo...” Leily mencibir. “Aku tau kampus
itu, mahasiswinya banyak yang jadi ayam kampus...”
“Kamu mau donatnya? Masih ada satu lagi,” Restian
menawarkan. Tapi Leily pasang tampang jijik.
“Ih, nggak ah. Aku takut ada apa-apanya. Lagian dia beli
donat itu pakai duit dia, duit dari apa ya?”
=====
Malam itu, Restian dan istrinya kembali bercinta.
Kehidupan seks keduanya memang giat, apalagi Leily menginginkan agar mereka
segera memiliki anak. Keduanya telah saling bergumul dalam keadaan bugil di
atas ranjang, Restian di atas Leily.
Ketika hendak mempenetrasi istrinya itulah Restian
terpikir sesuatu. Rasanya seperti
rutinitas. Memang, Leily bersedia berhubungan seks dengannya setiap hari
kalau sedang tak berhalangan. Istrinya itu juga masih cantik dan bertubuh
indah. Tapi Restian merasa terlalu ... terbiasa
dengan apa yang ada di hadapannya. Leily yang telanjang, mengangkang pasrah,
matanya menatap tajam. Leily yang diam saja di ranjang, lebih banyak dilayani
daripada melayani, dan kadang tak sabaran.
Maka dalam pikiran Restian pun sosok Leily di depannya
bercampur dengan sosok lain. Rambut hitam Leily berubah merah seperti rambut
Kamalia, wajah polos Leily menjadi wajah Kamalia yang dirias tebal, payudara
Leily yang kecil menjadi besar seperti punya Kamalia. Restian terdiam sejenak,
membiarkan khayalannya menguasai dirinya. Kemarin malam dia sudah melihat tubuh
telanjang Kamalia, dan tadi pagi dia bisa mempelajari suara serta wangi tubuh
Kamalia. Jadi gambarannya pun lebih akurat.
“Hei, ada apa Mas? Kok jadi bengong... Ayo dong masukin,”
pinta Leily. Dalam khayalan Restian, Kamalia yang pasrah di hadapannya memohon
manja, “Mas Restian... aku pengen dimasukin Mas, ayo dong masukin...”
Tanpa berkata apa-apa, Restian mulai mendorong penisnya
masuk vagina istrinya. Tapi dia merasa sedang memasukkan itu ke tubuh Kamalia.
Kemaluan tetangga cantiknya itu sudah basah sehingga dengan sekali dorong
seluruh kejantanannya masuk. Kamalia langsung membelalak dan mengerang,
“Oohhh...!!”
Restian menggenjot pelan-pelan dan Kamalia mencengkeram
bahu Restian. Restian lalu menurunkan kepalanya dan mengisap-isap pentil
Kamalia, gemas ingin melakukan itu sejak dia mengintip Kamalia. Kamalia
mengerang-erang binal. Kedua kakinya terangkat lalu merangkul pinggul Restian,
sehingga Restian bisa menusuk makin dalam. Lalu Restian mempercepat genjotannya
dan menikmati jepitan kemaluan Kamalia dengan makin gencar.
Kamalia tampak menikmatinya juga, bibir merahnya menganga
mengeluarkan suara-suara penuh nafsu, memanggil-manggil nama Restian. Selagi
Restian menyetubuhinya, sudah dua-tiga kali dia dapat orgasme. Dengan penuh
nafsu dia menatap tetangganya itu. Guncangan payudaranya membuat Restian makin
bersemangat.
“Entot aku Mas...! Iyah teruss... genjot yang kenceng
Mas!” Kamalia meracau mesum selagi hampir lima belas menit Restian terus
menggenjot. Bunyi pinggul mereka beradu meramaikan ruangan. Mereka saling
pandang, nafsu melanda mereka berdua.
Kamalia terus mengoceh, “Iya di situ Mass... yang dalam
Mas! Entot aku!” tapi Restian membungkam bibir merah Kamalia dengan bibirnya,
dan keduanya pun berciuman dengan buas. Lalu Restian melenguh keras selagi
menyemburkan benihnya di dalam vagina Kamalia yang menjepit rapat. Rasanya
seperti kemaluan tetangganya itu menyedot-nyedot sperma dari dalam kemaluannya
selagi dia menembak lagi dan lagi. Sesudah keluar semua, dia ambruk di atas
Kamalia, menciumi dada Kamalia yang... ternyata tidak sebesar itu? Restian
tersadar dari khayalannya karena perbedaan itu. Dia ternyata bukan bercinta
dengan Kamalia, melainkan dengan istrinya, Leily.
“Kamu kok jadi lebih nafsuan akhir-akhir ini, Mas?”
celetuk Leily selagi mereka berdua beristirahat sesudah sanggama.
“Apa iya?” Restian pura-pura tak mengerti. Padahal dia
sadar apa yang terjadi. Dia berfantasi berhubungan seks dengan Kamalia
tetangganya.
=====
Esok harinya...
Siang, pukul setengah tiga. Restian kepanasan di jalan.
Dia habis keluar karena satu urusan, dan baru turun dari angkutan umum. Di luar
kompleks Citra Kencana ada toko swalayan, dan yang pertama terpikir oleh
Restian adalah minuman dingin. Dia masuk ke toko swalayan, menuju lemari es
tempat botol-botol dan kaleng-kaleng minuman dingin ditaruh, mengambil satu
kaleng, lalu langsung menuju kasir. Ternyata di depan kasir ada seseorang yang
dikenalnya: Kamalia, dengan banyak sekali belanjaan yang sedang dihitung.
“Ngeborong nih?” sapa Restian.
“Ngeborong nih?” sapa Restian.
“Eh, Mas Restian. Iya nih, sudah lama nggak belanja,
jadinya banyak banget yang dibeli. Mas beli apa?”
“Ini aja,” Restian mengacungkan kaleng minumannya. Dia
melihat belanjaan Kamalia dalam lima kantong plastik. Dia terpikir bahwa
tetangganya itu tidak kira-kira, mau mengangkut lima kantong sekaligus
sendirian? Kamalia membayar, lalu berusaha mengangkut belanjaannya. Restian membayar
minumannya, kemudian menghampiri Kamalia.
“Aku bantu ya. Kelihatannya kamu kerepotan,” Restian
mengambil dua kantong plastik yang kelihatan paling berat. Kamalia tersenyum
manis. “Makasih Mas Restian.”
“Kamu bawa kendaraan?” tanya Restian.
“Enggak. Jalan kaki ke sini,” jawab Kamalia dengan nada
polos. “Tadinya nggak niat belanja sebanyak ini...”
“Kubantu bawa sampai rumah ya?” Restian menawarkan.
“Ah, jadi bikin repot,” Kamalia menolak sopan. “Nggak
usah, Mas...”
Tapi Restian bersikeras, dan Kamalia menerima saja.
Jadilah mereka berjalan berdua.
Kompleks Citra Kencana cukup besar, sehingga perjalanan
dari toko swalayan di depan ke rumah mereka lumayan jauh. Mata Restian tak
lepas-lepas dari Kamalia. Kamalia menguncir rambut kemerahannya; dia memakai
kaos putih leher sabrina yang memamerkan keindahan pundaknya, dengan dua tali
bra hitam membalut kedua bahu. Bawahannya rok lipit hitam selutut dan sandal.
Ketika menengok ke bawah, Restian bisa melihat kuku-kuku kaki Kamalia dicat
merah. Sementara ketika memandangi wajah Kamalia selagi mengobrol, Restian
memperhatikan alisnya yang dibentuk indah.
GLUDUGG. Terdengar bunyi petir dan mendadak langit
berubah mendung. Restian dan Kamalia masih setengah jalan ke rumah ketika hujan
mulai turun, langsung deras. Keduanya basah kuyup. Kaos putih Kamalia menempel
ke tubuhnya. Meski Restian agak lega karena panas teriknya hilang, dia juga
tidak mau hujan-hujanan. Mereka berdua tak ada yang bawa payung.
“Ayo cepetan yuk, hujan nih. Kita lari?” ajaknya. Kamalia
mengangguk. Keduanya pun mulai mempercepat langkah, lalu berlari.
Ketika berlari itulah Kamalia terpeleset karena sandalnya
licin. Dia tersungkur ke trotoar, menjerit kaget, “Aihhh!!” Restian mencoba
menyelamatkannya, tapi Kamalia keburu jatuh. Bajunya basah semua sampai
menerawang, rambutnya juga. Kamalia meringis dalam posisi terduduk di trotoar
basah, roknya tersingkap.
Restian tak bergerak, tak tahu harus berbuat apa. Jangan
melihat? Bantu Kamalia bangun? Dia tidak bisa melepas pandangannya dari tubuh
indah Kamalia—
Akhirnya Restian menjulurkan tangan. Dia membantu Kamalia
bangun. Kamalia membereskan roknya yang tersingkap. Dia meringis. “Aduhh, mata
kakiku sakit Mas. Tolong... Aku boleh pegangan ke Mas ya?”
Restian mengiyakan, dan mereka berdua melanjutkan
perjalanan hujan-hujanan dengan Kamalia menggelayut ke lengan Restian,
terpincang-pincang karena mata kakinya terantuk. Keduanya makin basah kuyup
karena tak lagi berlari. Untungnya rumah mereka sudah dekat. Mereka menuju ke
arah rumah Kamalia.
Kamalia mengeluarkan kunci pintu lalu membuka pintunya.
“Masuk dulu aja Mas,” undangnya.
Pucuk dicinta ulam tiba bagi Restian, sebenarnya. Tapi
dia berusaha basa-basi. “Nggak usah, nanti ngerepotin,” katanya.
“Udah nggak apa-apa. Nanti aku bikinin teh. Mau ya?”
Restian tidak merasa ada alasan untuk menolak. Mereka
berdua melangkah masuk. Restian menaruh belanjaan yang dibawanya di lantai,
lalu sadar pakaiannya basah semua.
“Duduk aja di sana, Mas. Nggak usah takut ngotorin,”
Kamalia mempersilakannya duduk di satu kursi dengan penutup kulit imitasi.
Kamalia masuk ke satu ruangan, lalu muncul lagi sesudah beberapa menit
mengenakan kimono handuk, membawakan handuk ke Restian. Restian menerimanya
lalu langsung mengeringkan tubuh sebisanya. Tapi bajunya masih lumayan lembab.
Dia ingin buka baju... Tapi ini bukan
rumah sendiri.
“Sebentar ya Mas, tehnya.” Kamalia menghilang lagi, ke
dapur, dan kembali dengan cangkir berisi teh hangat.
“Kok cepat banget?” tanya Restian.
“Aku biasa nyimpan teh hangat di termos, aku suka minum
teh,” Kamalia menjelaskan, lalu duduk di kursi lain tepat di depan Restian.
Sambil menghirup teh, Restian tak lepas matanya dari Kamalia. Entah sengaja
atau tidak, kimono handuk Kamalia tersingkap di bagian dada, sehingga belahan
dada Kamalia terlihat dari depan. Lama-lama Kamalia sadar, lalu balas menatap
Restian sambil tersenyum genit. Restian sadar apa kesalahannya, lalu tersipu
malu.
“Ada apa Mas?” tanya Kamalia melihat perubahan ekspresi
Restian.
“Nggak, nggak apa-apa,” Restian menghindar. Dia buru-buru
menghabiskan tehnya. “A-aku pulang dulu ya.” Sesudahnya dia langsung bangun dan
bergerak menuju pintu. Kamalia juga bangkit, mengantarnya.
“Makasih buat bantuannya ya, Mas Restian,” kata Kamalia
sambil tersenyum. Restian berlari menembus hujan yang masih turun ke arah pintu
rumahnya sendiri, lalu masuk. Jantungnya berdebar keras.
Dan kejantanannya berdiri tegak.
Kamalia...
Tiba-tiba dia ingin sekali...
Tapi, sialnya buat Restian, Leily tak kunjung pulang
malam itu. Baru menjelang tengah malam istrinya itu pulang. Dan Restian tak
mendapat apa yang diinginkannya. Dari
istrinya... maupun dari Kamalia, yang kini diinginkannya juga.
=====
“Sayang, aku harus kasih tau kamu, aku baru naik
jabatan,” kata Leily pagi besoknya. Restian tersenyum dan memberi selamat.
“Gajimu naik dong?” komentar Restian.
“Iya, tapi kelihatannya tanggung jawabku nambah. Aku
bakal lebih sering pulang malam...”
“Nggak apa-apa, demi kemajuan karier kamu.”
Dan begitulah, pada hari-hari berikutnya jam kerja Leily
makin panjang. Waktu sendirian di rumah bagi Restian makin panjang juga.
=====
“Eh, tungguuu! Kenapa nggak sekalian dibawa masuk dan
dirakit?” seru Kamalia di depan rumahnya ke dua orang pengantar barang yang
beranjak masuk ke mobil boks mereka.
“Maaf Bu, tugas kami cuma mengirim. Kalau perakitan tidak
termasuk. Permisi, kami masih ada pesanan lain yang harus dikirim...”
“Iiiihhh!” Kamalia mengeluh kesal ketika melihat mobil
boks itu pergi saja sementara di depan rumahnya tergeletak kardus besar berisi
bagian-bagian lemari pakaian. Kebetulan Restian mendengarnya, dan dia keluar
melihat apa yang terjadi.
“Ada apa?” tanya Restian.
“Aku beli lemari,” kata Kamalia, menyebut nama toko
perabotan terkenal, “tapi ternyata nggak termasuk pemasangan, sudah begitu ini
cuma ditaruh saja di depan rumah, bukan sekalian dibawa masuk. Mas... Bantuin
aku...”
Restian tersenyum dan langsung bergerak. Tapi karena
kardus berisi bagian-bagian lemari itu memang berat, dia mengangkutnya berdua
Kamalia. Keduanya mengangkut kardus masuk rumah, lalu naik tangga ke kamar
Kamalia untuk membongkar kardus. Restian lalu mengambil peralatan dan merakit
lemari baru itu di dalam kamar Kamalia, dibantu si pemilik kamar. Kamalia
dengan antusias memegangi bagian-bagian lemari selagi Restian menyekrup dan
memasang. Beberapa kali keduanya saling sentuh selagi bekerja.
“Selesai!” seru Restian sesudah lemari itu akhirnya kelar
dirakit.
“Yayyyy!” Kamalia berteriak kesenangan. “Eh ternyata seru
juga ya ngerakit lemari. Makasiiiih banget Mas.” Sadar tak sadar, Kamalia
merangkul Restian. Restian kaget, tapi senang.
“Mas pasti haus. Aku ambilin minum ya,” kata Kamalia. Di
atas tempat tidur Kamalia, baju-baju bertebaran. Rupanya Kamalia habis
mengosongkan lemari lamanya. Restian melihat-lihat baju-baju itu. Banyak yang
berkesan seksi. Kaos ketat, berleher rendah, rok pendek, legging. Dia ingat
Leily sebenarnya punya baju-baju yang mirip. Tapi sekarang Leily jarang sekali
memakainya... sejak gaya berpakaiannya berubah.
“Ini,” Kamalia datang kembali membawa dua gelas es teh.
Keduanya lalu duduk di lantai sambil minum dan ngobrol ringan. Karena minum
sesudah aktivitas fisik, keringat Restian mengucur deras. Kamalia mengambil
tisu dari atas meja riasnya, lalu mulai menyeka keringat Restian. Wajah
keduanya berdekatan. Dan Restian menyadari bahwa ketika di rumah pun Kamalia
tetap berdandan, dia melihat lapisan tipis bedak di pipi dan lip gloss di bibir
Kamalia. Bibir indah itu begitu dekat dengan bibirnya. Restian ingin
menciumnya...
“Umh...” Restian menggumam, menahan keinginan yang
sebenarnya. Kamalia tersenyum, entah mengerti atau tidak. Namun memang
senyumnya selalu bernuansa genit; akibatnya nafsu Restian terpancing. Dan
ternyata gumamannya itu ditafsirkan begini oleh Kamalia, “Mas capek ya?”
“Iya, lumayan berat juga itu lemari. Kalau aku sendirian
pasti nggak kuat.”
Kamalia berdiri lalu berjalan ke belakangnya. Lalu
Restian merasakan tangan-tangan Kamalia memijat bahunya.
“Ahhh... Enak nih,” kata Restian senang. Sekitar lima
menit dia menikmati pijatan Kamalia di leher, pundak, dan punggungnya. Tapi
kemudian Kamalia berhenti.
“Su-sudah kan? Aku m... mau balik ke rumah ya,” kata
Restian sesudah melongo beberapa lama memandangi kecantikan tetangganya.
Kamalia mengangguk. Keduanya berdiri, lalu turun.
“Mas sudah sering bantu aku. Kalau ada perlu apa-apa,
bilang saja ke aku, Mas. Makasih yaa,” Kamalia memegangi tangan Restian sebelum
Restian keluar pintu.
Malam itu Restian kerepotan sendiri mengatasi nafsu dan
fantasinya. Ditambah lagi, Leily pulang malam dan mengaku capek sehingga tidak
mau diajak berhubungan seks....
=====
Besok sorenya Restian melihat Kamalia pergi naik taksi.
Sambil menunggu Leily dia mengurus bisnisnya sampai malam. Menjelang malam
Restian mendengar ada taksi berhenti di depan rumahnya. Lalu pintu rumahnya
diketok. Restian turun, membukakan pintu. Ternyata sopir taksi.
“Malam Pak. Pak saya ngantar mbak ini, tapi dia ketiduran
di dalam taksi saya. Rumahnya di sini kan?”
Leily? Restian mendekati taksi. Ternyata bukan Leily melainkan Kamalia. Si supir taksi salah berhenti dan mengira Kamalia tinggal di alamat Restian. Kamalia terhenyak di kursi belakang, mata setengah terbuka. Dia langsung bertindak. Pertama membayarkan taksi, lalu dia mengeluarkan Kamalia dari taksi dan memapah Kamalia ke arah pintu rumahnya. Dia sempat bertanya ke sopir taksi, dari mana Kamalia. Sopir taksi menyebutkan nama satu klub malam cukup terkenal di kota.
Leily? Restian mendekati taksi. Ternyata bukan Leily melainkan Kamalia. Si supir taksi salah berhenti dan mengira Kamalia tinggal di alamat Restian. Kamalia terhenyak di kursi belakang, mata setengah terbuka. Dia langsung bertindak. Pertama membayarkan taksi, lalu dia mengeluarkan Kamalia dari taksi dan memapah Kamalia ke arah pintu rumahnya. Dia sempat bertanya ke sopir taksi, dari mana Kamalia. Sopir taksi menyebutkan nama satu klub malam cukup terkenal di kota.
Kamalia setengah sadar. Ketika dipapah ke pintu, dia
mengoceh tak jelas. Restian mencium bau alkohol; tetangganya itu rupanya bukan
ketiduran, tapi mabuk. Dia mencari-cari kunci rumah di tas Kamalia; sesudah
ketemu, dia membukakan pintu rumah, menyalakan lampu, lalu menaruh Kamalia di
sofa ruang tamu. Kamalia menggeletak, berbaring miring, entah sadar atau tidak
dengan keadaannya. Meski demikian Restian harus mengakui, dia tetap menawan.
Restian sudah tahu tetangganya itu habis dari mana; dandanannya memang seperti
orang mau clubbing. Eyeliner biru elektrik di sekeliling mata, bedak
ber-glitter, anting besar. Rambut kemerahannya yang dikuncir agak berantakan,
sebagian terjuntai menutupi sisi wajah, ujung-ujungnya yang dibuat ikal tetap
menarik. Gaun pendek merah ketat dengan aksen renda sepanjang sisinya, di balik
cardigan lengan panjang putih. Sepatu platform hak tinggi dengan ujung terbuka
yang memamerkan kuku jari kakinya yang bercat merah.
“Air...” Restian mendengar ucapan itu keluar dari bibir
Kamalia. Dia menuju ke belakang, ke arah kulkas, mencari air minum. Dituangnya
air ke dalam gelas. Tapi ketika kembali, dilihatnya Kamalia berdiri terhuyung
menuju tangga, berusaha naik. Restian takut Kamalia tersandung, jadi dia
langsung menaruh gelas dan membantu Kamalia naik tangga, sampai ke kamar tidur.
Dia membaringkan Kamalia di ranjang. Dilihatnya Kamalia sudah tak memakai
cardigan; dia turun untuk mengambil gelas, naik lagi, berusaha memberi minum
Kamalia. Agak repot: dia harus menegakkan Kamalia, meminumkan air, sambil
memastikan Kamalia menelan air itu agar tidak tersedak. Airnya bahkan sampai
tumpah-tumpah ke baju dan tubuh Kamalia.
Restian menyingkirkan gelas dan membaringkan lagi
Kamalia. Tapi ketika dia mau pergi, Kamalia malah tiba-tiba merangkulnya!
Tubuhnya jadi merapat ke tubuh Kamalia, kepalanya menempel ke dada Kamalia.
Jantung Restian berdebar keras ketika tubuhnya kontak langsung dengan tubuh
Kamalia. Segala sensasi dari tubuh tetangganya yang cantik itu menyerbu: wangi
parfumnya, desah nafasnya, lembut dan hangat kulitnya, sekal payudaranya.
Dalam film atau karya fiksi biasanya kejadian seperti itu
akan berujung keintiman bagi mereka berdua. Memang, Restian sebenarnya senang
dipeluk seperti itu oleh Kamalia, sekaligus gugup karena Leily bisa pulang
kapan saja sementara
dia sedang ada di rumah--kamar tidur--Kamalia. Susah payah dia berusaha
melepaskan diri dari rangkulan Kamalia, dengan sangat berat hati karena
sebenarnya dia sangat ingin mencumbui tetangga cantiknya itu. Dan tanpa sengaja
pula beberapa kali dia mencolek sampai menggenggam payudara Kamalia selagi
melepaskan diri.
Akhirnya Restian lolos dari rangkulan Kamalia, dia
berdiri dengan nafas memburu, wajah merah, dan kejantanan keras frustrasi.
Tetangganya itu seolah tak peduli dengan godaan tingkat tinggi yang baru dia
lancarkan dalam keadaan setengah sadar, tergeletak di ranjang dengan baju
bagian bawah tersingkap sampai celana dalamnya kelihatan, baju bagian atas agak
basah terkena cipratan air minum, dan ekspresi yang terlihat seksi--mata sayu
dan bibir merekah. Restian terpaku, tidak mau melewatkan kesempatan memandangi
pose seksi di depannya, tapi lama-lama dia ingat harus segera pulang. Sebelum
meninggalkan tetangganya, dia memberi bantuan kecil terakhir dengan membereskan
gaun Kamalia yang tersingkap dan melepas sepatu Kamalia. Lalu dengan kepala
panas dingin dia buru-buru kembali ke rumahnya sendiri. Untung Leily belum
datang. Leily sendiri baru sejam kemudian muncul.
=====
Pagi besoknya...
Restian membawakan tas besar buat Leily dan memasukkannya
ke bagasi mobil, sambil berkomentar, “Kamu sepertinya bekerja keras banget,
sayang. Habis ini kamu cuti saja ya. Kamu sudah pulang malam terus dan sekarang
mau lembur sampai nginap di kantor juga. Ingat badan kamu....”
“Makasih perhatiannya ya sayang,” Leily mengecup pipi
suaminya. Ketika dia mau masuk ke mobil, pintu rumah tetangga sebelah terbuka.
Kamalia muncul, memandang ke arah mereka berdua, lalu tersenyum malu-malu
sambil melambai dan menyapa “Pagi Mas, Mbak.” Restian balas melambai, sementara
Leily melengos dan buang muka. Sesudah duduk di balik kemudi mobil Leily
berseru ke arah Restian. “Aku pergi dulu ya! Sampai besok sayang...”
Leily mengeluarkan mobil dari garasi dan berbelok ke arah
depan rumah Kamalia, lalu berhenti di sana, membuka kaca mobil, dan menatap
tajam Kamalia yang saling pandang dengan suaminya. Dia tidak beranjak sampai
Kamalia sadar dipelototi dan dengan malu-malu mundur lagi kembali masuk
rumahnya. Barulah Leily menjalankan mobilnya.
Sekitar seperempat jam kemudian Restian menerima
serangkaian SMS dari istrinya.
Apa-apaan si lonte itu. Berani banget
mandangin kamu kyk gitu.
Tumben tu mukanya kucel. Biasanya
menor, bedaknya lima senti. Pasti abis pulang pagi, dipake semalaman sama om
om.
Dia emang cewe gatel, kalo dia berani
godain kamu awas aja kulabrak dia di rumahnya.
Restian, yang tahu kejadian sebenarnya, berusaha tidak
menanggapi, dan membalas dengan mengingatkan.
Sayang, kalo nyetir jangan sambil sms,
bahaya lho
Dan Leily membalas:
Macet gila. Aaaaah.
=====
Sesungguhnya Restian juga penasaran mengenai keadaan
Kamalia sesudah dia tolong kemarin malam, jadi dia mengirim SMS ke Kamalia
(mereka sudah saling bertukar kontak sejak Restian meminjamkan printer).
Gimana kabarnya?
Agak lama, baru Kamalia menjawab.
Mas, aku boleh ke sana?
Silakan, jawab Restian.
Tapi aku takut, Mbak Leily marah ya
sama aku?
Dia udah ke kantor kok. Tenang aja.
Iya Mas, tapi nanti aja ya. Disambung beberapa menit
kemudian. Mas udah ada buat makan siang? Kalau belum aku bikinin deh.
Restian menjawab belum, sambil penasaran mengapa Kamalia
mau membikinkannya makan siang. Mungkin dia mau balas pertolongannya kemarin
malam.
Pagi berlalu tanpa banyak peristiwa buat Restian, dia
sibuk menerima dan mengurus order bisnisnya. Dia sampai hampir lupa Kamalia mau
datang ketika menjelang siang dia mendengar pintu rumahnya diketok.
=====
Restian benar-benar ingin tahu kenapa Kamalia ingin
selalu tampil dengan dandanan lengkap, bahkan ketika sekadar bertamu ke rumah
sebelah. Siang itu Kamalia tampil dengan gaun babydoll kotak-kotak pink-putih.
Biarpun tidak sampai memakai “bedak lima senti” seperti dituduhkan Leily
paginya, terlihat bahwa Kamalia sempat memulas alisnya, memerahkan bibir dan
pipinya. Eh, bukan. Sepertinya warna merah di pipinya bukan karena kosmetik.
Kamalia membawa wadah berisi sesuatu, yang disodorkan ke
Restian.
“Rendang?” Restian melihat isinya. Inikah makan siang
yang dia janjikan?
“Iya Mas. Aku coba bikin ini tadi pagi,” Kamalia
nyengir-nyengir konyol sambil berkomentar, “katanya bagus buat ngilangin
hangover... tapi pas bikin ini sakit kepalanya hilang sendiri, jadi ya nggak
apa-apa deh, buat makan siang aja. Cuma kalau rasanya mengecewakan maafin ya,
soalnya pake bumbu instan...”
“Masuk, masuk,” Restian mempersilakan Kamalia masuk
sambil bertanya-tanya dari mana tetangganya itu dapat teori bahwa rendang cocok
buat mengatasi hangover. Kamalia masuk dan membawa rendangnya ke ruang makan.
Restian mengambilkan piring, lalu mengajak Kamalia makan siang bersama. Sambil
makan, mereka mengobrol.
Kamalia dengan malu-malu menjelaskan bahwa kemarin
malamnya dia memang terlalu banyak minum di klub. Dia ke sana bertemu
teman-teman kuliahnya. Restian jadi tahu bahwa Kamalia memang ikut pergaulan
hedonis khas kampusnya. Tapi kemudian pembicaraan jadi lebih serius ketika
Kamalia mengungkapkan alasan mengapa dia minum.
“Aku berantem sama temanku di sana,” kata Kamalia,
wajahnya berubah murung. “Dia bawa pacarnya, yang aku kenal juga. Nggak tau
kenapa, pacarnya malah jadi lebih banyak ngobrol sama aku, terus temanku
cemburu, udah gitu dia juga minum, jadinya dia ngamuk, bilang aku mau ngerebut
pacarnya. Jadinya aku nyingkir. Tapi aku sedih soalnya dia ngata-ngatain aku
kasar, makanya aku jadi beli minum lagi. Eh, malah kebablasan...”
“Kamu emm... nggak biasa minum?” tanya Restian dengan
hati-hati.
“Emh... sebenarnya jarang. Malah biasanya enggak.
Biasanya teman-teman minum, aku pesan soft drink aja. Sekali-sekali aja
ikutan...”
Keduanya menghabiskan makanan. Rendangnya kurang enak
menurut Restian, tapi dia tidak bilang itu. Dia mengambil piring-piring bekas
makan dan menaruhnya di bak cuci.
“Duduk dulu yuk. Kalau mau nerusin ngobrolnya...” ajak
Restian. Kamalia setuju. Toh dia juga sedang tak ada acara. Mereka duduk di
ruang tengah rumah Restian, di sofa. Restian terus memandangi wajah Kamalia yang masih murung.
“Mas kok lihatin aku terus kayak gitu...” sindir Kamalia.
Restian merasa sudah waktunya dia lebih terbuka kepada tetangganya.
“Ah... Gimana ya, habis kamu... Emm kalau laki-laki pasti
bakal lihatin kamu terus...”
“...cantik?” Kamalia memancing. Restian mengangguk malu-malu.
Kamalia meneruskan, “Pacar temanku juga lihatin aku terus kemarin malam seperti
Mas... Makanya temanku marah. Cuma omongannya itu Mas, kasar banget ke aku
jadinya. Dibilang sok cakep, kegatelan, genit...”
Bukan cuma temanmu yang pernah bilang begitu, kata
Restian dalam hati. Leily dan ibu-ibu tetangga juga.
“Heuhhh... Serba salah ya jadi cewek Mas. Pengen tampil
sempurna, eh disirikin sesama cewek. Padahal kan itu buat aku sendiri, bukan
maksudnya mau macam-macam,” Kamalia memberi alasan.
Tapi perempuan memang begitu kan? kata Restian dalam hati
lagi. Sering iri dengan sesamanya, apalagi yang lebih cantik. Di sisi lain,
yang dimaksudkan Kamalia juga pasti bukan seperti yang dia katakan saja.
Restian memberanikan diri memegang tangan Kamalia untuk menenangkannya. Kamalia
tak menolak.
Kamalia melanjutkan curhatnya. Temannya itu rupanya
sahabat baiknya, makanya dia sakit hati ketika temannya menuduh dia menggoda si
pacar. Terbawa emosi, di ujung curhatnya Kamalia terisak sedih. Restian
merangkulnya. Kamalia menyandarkan kepalanya ke bahu Restian. Lalu percakapan
bergeser karena Kamalia tidak mau lagi membahas temannya.
“Mas, aku mau tanya, kemarin malam itu kejadiannya
gimana? Aku nggak begitu ingat...”
Restian menjelaskan semua yang terjadi. Sampai ketika dia
selesai memberi minum dan...
“Waktu aku mau tinggalin, kamu emmm... ngerangkul aku.”
Kamalia membelalak, wajahnya memerah karena malu.
“Terus Mas... ngapain...?”
“Emm... Tenang, aku nggak berbuat aneh-aneh sama kamu...
aku ngelepasin diri aja dari pelukan kamu. Terus kutinggalin kamu.” Teringat
kejadian itu, tanpa sadar Restian memandang ke arah dada Kamalia, yang terlihat
karena potongan leher baju yang cukup rendah. Kamalia memperhatikan ini.
“Mas baik banget ya, nggak curi-curi kesempatan pas aku
nggak berdaya...” katanya, lalu dia merapikan bajunya, menutup belahan dadanya
yang tersingkap. Tanpa bisa ditahan, ekspresi Restian berubah kecewa, dan
lagi-lagi itu disadari Kamalia.
“Lagi lihatin itu-ku ya,” sindir Kamalia. Restian
nyengir, ketahuan. Kamalia bilang, dengan nada lirih, “Nggak apa-apa kok...
kalau Mas...”
“Aku ngerepotin Mas terus, jarang bisa ngebalasnya...”
Kamalia melanjutkan. “Hari ini aja, aku bawain makan siang, eh jadinya ngebikin
Mas mesti dengar curhatku. Maafin ya Mas kalau aku ngerusak mood Mas... Aku
mestinya bisa balas semua kebaikan Mas...” Dia menengok ke wajah Restian yang
begitu dekat...
Tak lama kemudian, yang ditunggu-tunggu pun terjadilah.
Awalnya adalah kenekatan Restian mencium bibir Kamalia.
Disodori bibir merah yang empuk dan membangkitkan nafsu itu, mana bisa dia
tahan? Apalagi dia sudah tergoda selama berminggu-minggu, dan susah payah
menahan semua godaan itu. Ketahanannya ada batasnya. Ditambah lagi pernyataan
Kamalia yang pasrah dan seolah menawarkan diri. Dan Restian juga sudah
terpengaruh prasangka Leily, bahwa Kamalia ini gampangan. Tubuhnya memepet
tubuh Kamalia. Tak ditolak. Payudara Kamalia mendesak dadanya. Bibir Kamalia
menyambut bibir Restian, lidahnya pun ikut bermain.
“Mas... Mau pegang?” lirih suara Kamalia menawarkan,
melihat tangan Restian bergerak ke arah buah dadanya yang besar. Kamalia
mengangguk membolehkan, dan Restian pun menyatroni dada indah itu. Nafas
Kamalia memburu.
Restian mulai berani, menyelipkan tangan ke balik baju
Kamalia untuk menggenggam langsung payudaranya. Berikutnya dia memelorotkan
kedua tali bahu gaun itu sehingga tubuh atas Kamalia terbuka. Sambil berciuman,
dia bahkan melepas BH Kamalia. Akhirnya Restian bisa juga melihat jelas
sepasang payudara Kamalia yang selalu menggodanya. Bundar semok, dengan puting
coklat muda, lebih besar daripada payudara Leily. Selagi Kamalia mendesah-desah
terbawa nafsu, payudaranya berguncang pelan dalam genggaman Restian. Tangan
Kamalia juga menyelip ke balik kaos Restian, berusaha melepasnya.
Payudara Kamalia segera jadi pusat perhatian Restian. Dia
menjilat bibir lalu menciumi bagian samping kedua payudara Kamalia. Kamalia
merebahkan diri di sofa, pasrah menerima foreplay. Perlahan-lahan ciuman-ciuman
Restian mendekat ke puting. Lidahnya menjulur menelusuri bagian samping areola,
lalu menowel-nowel puting, sebelum akhirnya puting dilahapnya. Ketika Restian
menyedot puting Kamalia sambil lidahnya bermain dalam mulut, Kamalia menjerit
enak. Payudara sebelahnya tak dianggurkan, diremas-remas juga. Lalu Restian
berpindah, mengisap puting sebelahnya dan meremas yang tak diisap. Desah dan
gelinjang Kamalia menunjukkan bahwa si tetangga cantik itu menyukai perlakuan
Restian. Jari Restian memilin-milin satu puting, mulutnya menyedot-nyedot sebelahnya.
Mereka lalu berubah posisi, Kamalia duduk tegak
memunggungi Restian, Restian meremas-remas kedua payudara dari belakang.
Restian mengangkat-angkat sepasang gunung kembar itu, membuatnya
berguncang-guncang. Kamalia mengangkat lengannya, merangkul ke belakang,
merangkul kepala Restian. Restian juga menciumi tengkuk Kamalia.
“Ahh... Mass... enak... susuku enak digituin Mas...” kata
Kamalia sambil meremas rambut Restian. “Anghh ga tahan Masss....” Payudara
besarnya ternyata sensitif, menanggapi dengan baik semua sentuhan tangan
Restian. Kamalia tak bisa menahan diri dan mendesah makin liar. Restian
merasakan kedua tangan Kamalia pindah dari belakang kepalanya ke punggung kedua
tangannya yang sedang sibuk di dada. Ekspresi si tetangga cantik berubah kaget.
“Ohh... Mass...!!” Kamalia terkesiap, matanya membelalak, mulutnya menganga
membentuk huruf O, lalu mengulang-ulang, “Oh... Oh... Oh...“ kemudian menutup
rapat selagi dia mengalami orgasme.
Restian merasakan kedua tangannya ditekan keras-keras,
seolah Kamalia menyuruhnya mencengkeram sekuat mungkin.
“Ohh Mass aku keluarr...” kata Kamalia, sambil terengah
seperti habis lari. “Padahal cuma diremes-remes... Kok bisa ya Mas...?”
Restian sendiri baru tahu ada perempuan yang bisa dibikin
orgasme hanya dengan dirangsang payudaranya.
“Mas... Tadi enak banget...” Kamalia bersandar di dada
Restian, dadanya sendiri naik-turun tersengal-sengal, matanya menatap nanar.
“Ah, kann... Lagi-lagi Mas yang ngasih sama aku... Aku kali ini mau balas
Mas...”
Kamalia berlutut di karpet di depan Restian yang duduk di
sofa. Dia mengelus-elus bagian depan selangkangan celana Restian. Restian
memelorotkan celananya. Kamalia terus membelai-belai organ keras di balik
celana dalam Restian. Restian melanjutkan dengan melepas celana dalamnya.
Penisnya mengacung di depan muka Kamalia. Restian ingin tahu apa yang akan
dilakukan Kamalia dengan kejantanannya. Kamalia memandangi dan menggenggamnya
dengan kedua tangan, mengelus-elusnya. Restian mengira Kamalia akan menggunakan
mulut dan lidahnya, tapi Kamalia hanya membasahi tangannya dengan liur lalu
mengusap-usapkannya ke batang kemaluan Restian.
“Mas suka ini kan...” Kamalia lalu menggenggam kedua
payudaranya dari kanan kiri. Kedua payudaranya diposisikan memeluk batang
Restian. Lalu dia menghimpit batang itu dengan kedua payudaranya. Tiba-tiba
Restian merasakan hangat empuk meliputi kejantanannya. Sensasinya luar biasa
dan Restian sampai hampir kehilangan kendali. Penisnya terbenam di belahan dada
subur tetangganya.
Kamalia mulai menggerakkan tubuhnya naik-turun, memijat
ereksi Restian dengan buah dadanya. Sesekali dia menunduk menatap kepala burung
Restian, lalu menoleh menatap Restian dengan tatapan bernafsu. Dia juga
mendesah-desah, agaknya terangsang sendiri.
“Mas ahh... enak gak kupijet batangnya Mas?” Kamalia
bertanya dengan nada genit. Restian hanya menggumam, “Ya...” Godaannya membuat
Restian makin tak tahan.
“Eugh... anunya Mas keras... kenceng banget...
ngedesak-desak susuku...” Kamalia terus menggoda. Restian sudah tidak peduli
lagi kalau tahu-tahu Leily pulang atau ada tamu datang. Dia sudah siap membuang
isi buah pelirnya. Dia mengerang ketika semburan pertama sperma terlontar dari
senjatanya. Tembakannya kena bagian bawah dagu tetangga cantiknya. Semburan
kedua lebih deras, menumpahkan seciprat cairan putih lengket di dada Kamalia.
Berkali-kali, peju tumpah di sepasang payudara yang cantik itu, juga di leher.
Sambil tersenyum dan menatap Restian, Kamalia
berkomentar, “Mass... aku disembur banyak banget... pasti enak ya Mas...?”
Restian balas tersenyum, sambil menggeletak lega di sofa. Kamalia bersandar ke
bagian dalam paha Restian, dadanya belepotan mani, rambutnya sedikit
awut-awutan. Keduanya terdiam untuk beberapa lama. Kemudian suatu bunyi memecah
kesunyian.
Dering HP Kamalia.
Kamalia melihatnya, lalu melotot.
“Suamiku...” katanya lirih, lalu menjawab telepon itu.
Ganti Restian yang melotot.
=====
Dua gelas es teh setengah kosong terletak di depan meja
makan. Kamalia dan Restian kembali ke ruang makan, berbicara, awalnya canggung
dan malu-malu, tapi kemudian keduanya sama-sama tersipu. Keduanya sudah
berpakaian lengkap lagi dan Kamalia sudah membersihkan dadanya.
“Tapi yang paling penting, kita jangan khilaf seperti
tadi lagi ya Mas,” kata Kamalia. “Untung belum sampai... hmm hihihi...” Dia
tertawa kecil, tidak berani menyebut apa yang bisa saja terjadi tadi kalau
mereka melanjutkan.
Kamalia menjelaskan semuanya. Dia sebenarnya sudah
menikah. Suaminya, seumuran dengan Restian, sedang kuliah pascasarjana di luar
negeri. Dia sendiri tidak ikut karena kuliah juga. Keluarganya cukup kaya
sehingga dia bisa hidup nyaman tanpa perlu bekerja, tapi dia memilih untuk
tinggal di rumah itu sendiri karena merasa butuh kebebasan.
“Mobil Mercy yang waktu itu halangin mobil istrinya Mas,
itu mobil ayahku, dibawa sopirnya.” Kamalia menjelaskan. “Ayahku juga kadang
mampir ke rumah, menengok.”
“Iya ingat. Waktu itu kamu dandan cantik banget...” kata
Restian.
“Itu mau ke acara nikahan saudara. Ehm, tapi makasih
pujiannya ya, Mas.”
“Suami kamu pasti senang, istrinya selalu tampil cantik.
Sayang dia jarang ngelihatnya.”
“Oh, dia selalu lihat kok... Biasanya tiap hari aku
selalu selfie habis dandan, terus kukirim ke dia. Video call juga sering.”
Kamalia menjelaskan. Restian manggut-manggut. Kamalia melanjutkan, “Tapi memang
orang suka salah paham sih. Mas... Apa Mbak Leily nggak suka sama aku?”
Restian bingung menjawabnya. “Gimana ya? Emm dia... ya
dia belum tahu aslinya kamu gimana sih. Mungkin dia salah paham.”
“Nggak usah sungkan Mas, terbuka aja. Aku sudah tau kok
gosip tetangga sini tentang aku. Mereka nggak sadar tapi sebenarnya aku ada di
grup chat mereka juga... Cuma nggak pernah ikut nimbrung,” kata Kamalia. “Aku
tau Mbak Leily memandang aku ini kayak gimana. Mas bantu aku lurusin salah
pahamnya ya. Aku bukan cewek bookingan. Kalau istri simpanan... Aku emang istri
orang, tapi resmi, bukan simpanan. Aku kadang keluar malam ya bergaul sama
teman-teman, sebenarnya nggak ganggu tetangga kan. Nah kalau soal penampilan...
mmm aku memang sukanya tampil begini, suamiku juga.”
“Jujur, Leily itu dulu gayanya mirip kamu sekarang,” kata
Restian. “Aku rada kangen gaya dia yang dulu. Sekarang penampilannya rada...
membosankan.”
“Bilang langsung aja sama Mbak Leily, Mas. Kan dia istri
Mas sendiri. Kalau istri nggak menarik di mata suami nanti bisa bahaya lho.”
“Nanti suaminya ngelirik tetangga cantik di sebelah rumah
ya?” ujar Restian. Keduanya tertawa.
=====
“Ohh... ahh... kontolmu enak Mas... gede banget...” tubuh
perempuan itu bergerak-gerak di atas pasangannya, menghunjamkan penis makin
dalam. Bibir merahnya meracaukan kata-kata jorok. “Aku suka kontolmu Mas...
gedean kontolmu daripada punya suamiku... memekku enak diacak-acak kontol gede
Mas...” Mereka bersebadan dengan binal, sama-sama bergairah.
Penis itu berkali-kali menyodok titik kenikmatan, sampai
akhirnya menimbulkan klimaks. “Aku keluarr Maaass anghhhh aaaahhhggg!”
Kedut-kedutan vagina yang orgasme pada gilirannya memancing kejantanan itu
menyemprot berkali-kali sampai sperma meluber keluar. Keduanya terkapar
dihantam klimaks berbarengan.
“Mas, kamu jago banget... udah bikin aku dapat empat
kali...”
“Kamu juga, Leil...”
Di suatu hotel, Leily yang mengaku kerja lembur kepada
suaminya sebenarnya sedang menginap bersama bosnya, seorang laki-laki tua botak
berumur 50-an.
“Sekarang kita jadi lebih gampang ketemuan ya Mas...”
kata Leily sambil bersandar di dada selingkuhannya. “Suamiku nggak tanya-tanya
kalau aku pulang malam atau nggak pulang. Makasih ya Mas sudah promosiin aku.”
“Yang penting kamu tetap kerja sebaik-baiknya ya...” kata
si bos, menatap wajah Leily. Leily tersenyum nakal sambil mengelus-elus
kejantanan si bos yang masih lemas.
“Siap Pak.... Ayo kita terusin kerja lemburnya?”
TAMAT
Story codes: MF, cheat, cons